top of page
line.png

TRAGEDI USAHA PENYUSUNAN ULANG AL-QUR’AN PARA ORIENTALIS

Izinkan pembahasan ini kita mulai dari pertanyaan: pernahkah kita bertanya sekilas, mengapa Al-Qur’an tidak disusun sesuai urutan turunnya saja? Bukankah ayat yang pertama kali turun itu di gua hira? Tahukah anda, pertanyaan kita ternyata mirip-mirip dengan usaha Orientalis Barat yang berusaha menyusun ulang Al-Qur’an. Padahal, para generasi setelah sahabat Rasululullah, Ulama di zaman dahulu tidak pernah mempermasalahkan itu. Jangankan bertanya, terlintas pun tidak.

Seperti yang kita tau lah, Sebelum abad pencerahan, pihak otoritas gereja sering memenjarakan para ilmuwan yang tidak sesuai dengan doktrin gereja. Sejak masuknya pengaruh keilmuan Islam, tafsir gereja terhadap Injil sering dianggap bertabrakan dengan nilai dan norma keilmuan sains. Sehingga banyak para ahli ilmu pengetahuan barat ingin membantah tafsir pihak gereja dengan metode kritis berdasarkan logika rasionalisme akal (Biblical Criticism). Keraguan kaum orientalis tersebut mengharuskan mereka menelusuri teks asli lembaran Injil. Sampai-sampai mempertanyakan ulang teks Bibel berdasarkan penelusuran sejarahnya. Maka terciptalah studi teks berdasarkan sosio-historis. Teks tercipta dipengaruhi oleh kondisi psikis dan sosial si pengarang. Bahkan studi teks tersebut berkembang melahirkan studi intertekstualitas. Benarkah teks terdahulu mempengaruhi teks yang sekarang? Sebagai studi bahasa, mereka ingin menafsirkan teks yang ada ini jangan sekedar dari segi tata bahasanya saja, tetapi juga harus menelusuri rekam jejak latar belakang penulis teks tersebut. Lebih jauh, lahirlah studi hermenutika, studi tentang penafsiran ala Barat. Demikianlah, bagaimana Peneliti Barat yang sedari awal sudah ragu dengan teks agamanya sendiri berhasil menciptakan metode penafsiran terhadap teks berdasarkan pendekatan kronologis sejarahnya.

Ternyata sejak abad ke-19, banyak para ilmuwan Barat yang ingin mempelajari Al-Qur’an dengan menerapkan metode mempelajari Bibel tersebut. Siapa sih orang pertama yang mengkaji Al-Qur’an pakai metode kajian Injil? Ini dia seorang pendiri gerakan Yahudi Liberal Jerman, namanya Abraham Geiger. Pada tahun 1833 M, dia menulis buku berjudul Was Hat Mohammed aus Dem ludenthume Aufgenomme (Apa yang dipinjam Muhammad dari Yahudi?) dari judulnya saja kita udah bisa menebak isinya. Isinya adalah hasil penelitian bahwa Al-Qur’an mengambil materi syariatnya dari agama Yahudi. Beberapa misalnya tentang Muhammad mengganti arah kiblat dan puasa karena alasan politik. Setahun kemudian nongol Gustav Weil (1844 M) menulis buku berjudul Mukadimah Al-Qur’an: Kritik Sejarah. Beberapa tahun berikutnya, ada Penelitian tentang kritik terhadap asal-usul Al-Qur’an dan sumber-sumbernya yang digagas oleh Theodore Noldeke dan dicetak tahun 1860 M. Setelah buku tersebut muncul terus kajian Al-Qur’an berdasarkan sejarah dan politik si Muhammad. Dr. Arthur Jeffry sangat menyanjung karya Noldeke tersebut dengan mengatakan bahwa inilah dasar-dasar ilmiah yang hakiki. Padahal tolol. sampai-sampai buku itu dicetak ulang dan dipatenkan tahun 1898 M oleh murid-muridnya namun keburu meninggal saat akan menulis edisi yang ke-3.

Banyak pendata-Pendeta dan misionaris yang terinspirasi dari karya Noldeke. Ada Edward Sell (1909 M), salah seorang misionaris India dan Alphonse Mingana (1937 M), mereka menulis buku yang mempropagandakan penelitian historisitas untuk kajian Al-Qur’an. Bahkan orientalis kristen Methodist, Dr. Arthur Jeffry (1952 M) mengatakan bahwa para mufassir quran tidak akan pernah bisa melakukan tafsir ilmiah yang kritis jika tidak melakukan studi kritis historis seperti Bibel.

Mulai dari sini, aku cukup curiga para orietalis itu akhirnya punya niat menghancurkan Islam dari dalam. Gotthelf Bergstrasser(1886-1933 M) dan muridnya Otto Pretzl (1893-1941 M). Mereka mulai membuat projek penyusunan teks Al-Qur’an berdasarkan sejarahnya. Namun sayang, kematian Bergstrasser yang misterius dan mendadak karena kecelakaan olahraga panjat tebing hobinya telah menghalangi projek qiroat dan kritis teks Al-Qur’an. Padahal, Bergstrasser adalah tokoh yang paling kompeten dalam masalah bagian ini dari sejarah Al-Qur’an, yaitu bagian ragam Al- Qur'an (qiroat) dengan kesiapannya yang memiliki pengetahuan luas tentang kitab-kitab berbahasa Arab yang dikarang mengenai ragam bacaan Al-Qur’an. Ia juga bahkan menghimpun mikrofilm cukup banyak dari Perpustakaan Nasional di Istanbul dan Kairo.

Akademia Sains Bavaria memberikan tugas kepada Otto Pretzl untuk meneruskan projek gurunya. Namun sayang, Pada tahun 1937 M dia terbunuh saat melaksanakan wajib militernya dalam kejadian pesawat yang jatuh di luar Sebastopo. Arthur Jeffry sangat sedih atas insiden tersebut. Bukan hanya karena kematian kedua temannya itu, tetapi tetapi karena hilangnya semua arsip gambar (mikrofilm) dan data tentang semua manuskrip Al-Qur’an yang pertama serta semua bahan penting yang berhubungan dengannya yang hancur ludes karena terkena bom dan api . Semua usaha yang telah mereka kumpulkan bertahun-tahun dari generasi ke genarasi hilang dalam sekejap sehingga harus dimulai dari awal lagi.

Begitulah nasib Para ilmuan barat yang ingin menerapkan metode historisitas ini untuk mengkaji Al-Qur’an. Mungkin karena akal mereka tidak pernah menyangka bahwa Al-Qur’an kita tidak seperti Bibel mereka, meski teksnya ditulis oleh manusia, tetapi tetap terjaga keasliannya. Seolah kejadian yang menimpa kaum orientalis tadi itu menjadi teguran bagi kita. Bahwa sekali lagi, Al-Qur’an itu adalah wahyu, bukan produk sejarah. Al-Qur’an adalah kalamullah yang suci bukan hasil pikiran manusia. Ia bukan berasal dari pikiran orang terdahulu Sehingga Al-Qur’an tidak bisa diinterpretasi dengan nalar historis. Sehingga susunannya berdasarkan ketentuan Allah, bukan ketentuan sejarawan, termasuk Muhammad SAW. Siapa sih orang yang bisa menelusuri kondisi Tuhan saat menurunkan wahyu? Atau mulai meragukan Muhammad SAW sebagai penyampai wahyu. Jadi sesiapa pun yang menganggap Al-Qur’an adalah hasil buah pikiran Muhammad SAW yang resah dengan budaya Arab jahiliyah, maka ia tersesat.

Postingan Terkait

Lihat Semua

*SAFWAN, kau bahagia, aku bahagia*

Pernikahan, kawin, adalah tema yang hampir selalu aku sukai dalam setiap  percakapan. Bukan apa2 . karena pernikahan terlalu indah. Nikah adalah hal paling ditunggu siapa saja. Manusia mungkin bersedi

bottom of page