top of page
line.png

AUDIENCE ENGAGEMENT QURAN’IC CONCEPT FOR ISLAMIC PHILANTHROPY INSTITUTION IN DIGITAL SIGNAGE ERA


Konsep Quran’i meraih partisipasi audiens bagi Lembaga Filantropi Islam di Era Papan Iklan Digital


A. PENGGUNAAN PAPAN IKLAN DIGITAL OLEH LEMBAGA FILANTROPI ISLAM


Terminologi Papan iklan digital sangat banyak dan mungkin akan membingungkan. Dalam bahasa inggris ia dikenal sebagai Digital signage/ atau akronim DOOH[1]. Iklan berbentuk digital ini dikhususkan bertempat di luar rumah[2]. Karena itulah penulis selanjutnya akan menyebutnya dengan papan iklan digital (PIDI). Meski tergolong baru, PIDI sudah menjadi industri yang penting dan terus-menerus berkembang hari ini. Hal ini senada dengan prediksi Meadows[3] bahwa electronic display akan terus menjadi popular di seluruh industri. Sebagai sebuah Platform yang telah berdiri sendiri, ianya tidak hanya memiliki fungsi khusus yakni untuk pengiriman pesan dengan target tertentu, tetapi juga memiliki ekspresi artistik, dan memungkinkan terjadinya partisipasi audiensnya tersebut. Lalu, ditengah berbagai kelebihan dan fungsi khususnya ini, apakah lembaga filantropi islam (LFI) telah memanfaatkannya? Sebelum mendiskusikannya, penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu sejarah perkembangan PIDI. Karena perlu juga diketahui bahwa, salah satu variabel yang menjadi catatan sejarah perkembangan PIDI adalah variabel harga.


1. Sejarah Awal Kepopuleran Papan Iklan Digital

Secara singkat, cikal bakal kemunculan PIDI dimulai pada tahun 1970-an. Semua bermula ketika beberapa perusahaan, baik industri maupun media mulai menujukkan PIDI ke khalayak ramai untuk menampilkan informasi atau iklan. Satu dekade berikutnya, pada 1980-an, PIDI semakin populer akibat munculnya teknologi CRT (cathode ray tube)[4]. Demikianlah karena harganya yang lebih murah dan lebih terjangkau, PIDI semakin banyak dipakai untuk iklan.

Pada tahun 1990-an, PIDI mulai digunakan secara luas di tempat-tempat umum seperti bandara dan stasiun kereta api.[5] Pemerintah mulai bekerja sama dengan swasta untuk memberikan layanan informasi kepada penumpang, seperti jadwal penerbangan dan keberangkatan kereta[6]. Adanya kerjasama pemerintah dan swasta tersebut menjadikan masyarakat semakin terbiasa & bergantung kepada PIDI[7]. Dengan demand yang sedemikian itu, akhirnya segala inovasi teknologi PIDI pun mulai terus ditingkatkan. Seiring dengan kemajuan teknologi, harga perangkat keras dan perangkat lunak semakin murah dan ringan. Kemunculan layar LCD (liquid crystal display) memberikan peningkatan kualitas gambar yang lebih tajam dan jernih. Di tahun 2000-an, PIDI semakin berkembang pesat hanya dalam hitungan tahun saja.

Di tahun 2010-an hingga sekarang, PIDI tidak hanya semakin populer di dunia industri produksi/ manufaktur, tetapi juga mulai merambah industri pariwisata lain, seperti perhotelan[8], ritel[9], dan restoran[10]. Inovasi baru seperti layar sentuh yang interaktif dan teknologi pemrosesan gambar seperti augmented reality(AR) dan virtual reality (VR) semakin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan audiensnya.

Sesuai dengan prediksi Meadows[11], bahwa PIDI akan terus berkembang dengan cepat, dan akan terus menjadi bagian penting dari pemasaran dan komunikasi perusahaan. Menurut Schaeffler[12], setidaknya ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa PIDI akan terus berkembang di masa depan. Berikut adalah beberapa indikator yang menjadi tanda kontinuitas perkembangan PIDI:

a. Peningkatan adopsi: Semakin banyak bisnis yang mengakui manfaat PIDI, seperti meningkatkan interaksi dengan pelanggan, meningkatkan penjualan, dan kemudahan komunikasi. Akibatnya, adopsi PIDI terus berkembang dengan cepat di berbagai industri, mulai transportasi dan pariwisata termasuk ritel, perhotelan, bahkan kesehatan, hingga dunia pendidikan. Lalu bagaimana dengan lembaga filantropi islam?

b. Kemajuan teknologi: Teknologi PIDI berkembang dengan cepat, dengan inovasi baru seperti layar 4K, layar sentuh interaktif, dan sistem manajemen konten yang memakai kecerdasan buatan. Segala kemajuan ini membuat PIDI menjadi lebih serbaguna, menarik, dan efektif dari sebelumnya.

c. sehingga, harganya juga semakin terjangkau: Inilah variabel yang sejak awal menentukan kepopuleran PIDI. Harganya semakin murah berbanding lurus dengan teknologinya yang terus berkembang, biaya solusi PIDI semakin terjangkau, sehingga mulai mudah diakses oleh bisnis kecil. Tentu saja dengan pertimbangan bermacam ukuran dan anggaran.

d. Meningkatnya pilihan pengalaman personalisasi: maksudnya, ketika pelanggan semakin mengharapkan pengalaman yang dipersonalisasi, dan PIDI menyediakan platform bagi bisnis untuk memberikan konten yang disesuaikan dengan audiens mereka. Dengan memanfaatkan data pelanggan dan analitik real-time, bisnis dapat membuat konten yang dipersonalisasi yang ber resonansi dengan audiens mereka.

e. Semakin terintegrasi dengan teknologi lainnya: wujud PIDI yang sekarang bahkan bisa diintegrasikan dengan teknologi lain seperti perangkat seluler, media sosial, dan layanan berbasis lokasi, yang memperluas kemampuannya dan memungkinkan pengalaman yang lebih menarik bagi personal audiens tertarget.




2. Penggunaan PIDI oleh Berbagai Lembaga

Dengan berbagai potensi kelebihan dan kebermanfaataannya tersebut, Teknologi PIDI manakah yang paling banyak digunakan? Berdasarkan Grand view Research (GVR)[13], laporan lembaga riset ini dapat dilihat dalam infografis berikut:


GVR memprediksi bahwa penggunaan PIDI oleh berbagai industri akan terus mengalami peningkatan keberlanjutan hingga tahun 2030. Bila melihat seluruh jenis PIDI lainnya, pangsa pasar video walls lebih stagnan dibandingkan dengan video screen. Tingginya signifikansi video screen mempengaruhi pangsa pasar teknologi PIDI lainnya seperti transparent LED Screen, digital poster, dan Kiosks. Sehingga bagi FLI, bentuk teknologi PIDI yang paling penting dipertimbangkan sekarang ini adalah yang video screen.

Lalu, industri manakah yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari penerapan PIDI? Berdasarkan survei Stewartsigns.com[14] industri yang paling banyak ke yang paling sedikit keuntungannya saat menggunakan PIDI dapat diurutkan sebagai berikut:

1) Radio & stasiun TV. Berdasarkan laporan, banyak para responden mengaku paling sering mengingat dan merasa terpanggil oleh PIDI dari TV dan Radio lokal. Dan ini adalah jawaban paling pertama yang paling sering muncul ketika ditanyakan kepada responden.

2) Restoran, 3) Retail, 4) Banks, 5) Industri kesehatan, 6) Pendidikan, 7) Militer,

8) organisasi keagamaan berada pada uruan terakhir dari yang mendapatkan audience enggagement.

Sedangkan menurut digitalsignagetoday[15], institusi kesehatan yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari penggunakan PIDI. Sedangkan untuk lembaga sosial atau keagamaan tidak termaktub. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan dengan laporan sebagai berikut:

1) Lembaga kesehatan

· 70% rumah sakit sekarang menyediakan sistem komunikasi digital.

· 75% perawat dan pasien yang melihat pesan rumah sakit pada sistem PIDI mengatakan bahwa konten tersebut meningkatkan pengalaman rumah sakit dan memberikan informasi kesehatan yang bermanfaat.

· 83% pasien menghabiskan banyak waktu untuk berinteraksi dengan konten digital rumah sakit.

· 27% pasien menemukan dokter melalui pesan digital.

· Klinik yang menggunakan display sering mengalami peningkatan bisnis antara 15% dan 150%.

· Faktanya, rumah sakit menghabiskan $12 miliar/tahun atas komunikasi yang tidak efisien.


2) Perhotelan

· PIDI memiliki kesan langsung pada pelanggan. Ini berdampak besar karena 59% dari mereka yang melihat konten papan merek digital ingin mempelajari lebih lanjut tentang produk atau topik tersebut.

· PIDI meningkatkan manajemen antrean dan mengurangi waktu tunggu yang dirasakan hingga lebih dari 35%.

· PIDI meningkatkan kesadaran merek dan melengkapi strategi pemasaran perusahaan. Lebih dari 40% pembeli mengatakan bahwa PIDI dapat memengaruhi keputusan pembelian mereka.


3) Restaurants

· Tempat live terbaik untuk menjangkau konsumen dengan PIDI adalah toko kelontong (28% penduduk Amerika), pusat perbelanjaan (27%), kantor medis (20%), dan toko ritel besar (20%).

· 64% pengguna PIDI mengutip peningkatan keterlibatan pelanggan sebagai manfaat utama papan reklame digital.

· 57% juga mengatakan PIDI telah membantu mereka meningkatkan layanan pelanggan.

· 84% pengecer percaya bahwa PIDI menciptakan lebih banyak kesadaran merek dibandingkan dengan saluran tradisional.

· PIDI menciptakan peningkatan kepuasan pelanggan sebesar 46%.

· PIDI meningkatkan jumlah pembelian rata-rata sebesar 29,5%.


4) Perbankan

· Lebih dari 60% bank menggunakan PIDI untuk komunikasi nasabah. 75% pesan yang disampaikan terkait dengan perbankan, sedangkan 25% sisanya tidak terkait dengan perbankan.

· Faktanya, 95% bank ritel puas dengan penerapan PIDI mereka, mengutip bahwa periode pengembalian untuk berinvestasi dalam teknologi bisa serendah delapan belas bulan.

· Hanya 21% bank yang memproduksi konten PIDI sendiri. Menariknya, sisanya lebih memilih outsourcing karena lebih efektif.

· Faktanya, 70% bank menargetkan perpesanan mereka berdasarkan cabang.


5) Pendidikan

· 73% lembaga pembelajaran melihat manfaat PIDI dalam pendidikan sebagai hal penting untuk masa depan komunikasi.

· Menerapkan teknologi dalam pendidikan membantu siswa mengurangi stres (45%), dan meningkatkan kepercayaan diri (46%) dan efisiensi (57%), sekaligus membantu siswa mempersiapkan diri dengan lebih baik di kelas (67%).

· 100% perguruan tinggi dan universitas dengan solusi PIDI menggunakan teknologi untuk berita dan pengumuman institusional. Selain itu, 86% menggunakan teknologi papan menu digital di fasilitas makan, sementara 57% menggunakannya untuk penjadwalan ruang kelas dan pemberitahuan darurat. Kegunaan umum lainnya termasuk pencarian jalan (43%), tanda ruangan (43%), dan iklan pihak ketiga (14%).

· 96% siswa mengatakan bahwa video meningkatkan pengalaman belajar.

6) Pemerintahan dan perkantoran

· Memang, 56% tim komunikasi internal pemerintahan sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan penggunaan PIDI dalam organisasi mereka.

· 50% profesional komunikasi menggunakan PIDI sebagai saluran.

· PIDI membantu di tempat kerja dengan pengakuan karyawan. Karyawan yang merasa dihargai 60% lebih terinspirasi untuk bekerja lebih keras.

· PIDI meningkatkan manajemen antrean dan mengurangi waktu tunggu yang dirasakan hingga lebih dari 35%.

Demikianlah bahwa lembaga-lembaga yang berkecenderungan di bidang sosial, pendidikan apalagi lembaga filantropi, jarang sekali memanfaatkan PIDI sebagai iklan kampanye programnya.


3. Alasan jarang/ tidak adanya penerapan PIDI oleh LFI

Mengapa LFI jarang menerapkan PIDI? Menurut hemat penulis, salah satu faktor utama terbesarnya adalah kurangnya kesadaran atau pengetahuan tentang pentingnya dan manfaatnya menggunakan PIDI dalam setiap kampanye mereka. Seperti kebanyakan organisasi non-profit lainnya, para SDM dan pegiat LFI tidak begitu familiar dengan potensi positif teknologi ini.

Kurangnya kesadaran tersebut, salah satunya tentu saja bisa bermula dari faktor biaya. Fakta sejarah hingga survei sekarang bahwa implimentasi PIDI lebih mahal dari pada penggunaan media iklan lainnya. Ini seperti apa yang juga ditesiskan oleh Meadows, bahwa faktor yang menjadi penghambat kepopuleran adalah mahalnya biaya pemasangan PIDI[16], mulai dari soal pemasangan hingga perizinannya yang cukup ketat. Seperti kebanyakan organisasi filantropi lainnya, FLI beroperasi dengan anggaran terbatas dan mungkin tidak memiliki sumber daya untuk berinvestasi dalam tampilan dan perangkat lunak PIDI yang mahal. Mereka mungkin juga ragu-ragu untuk mengalokasikan dana ke PIDI ketika mereka memiliki kebutuhan mendesak lainnya untuk dihandle.

Kurangnya pengetahuan ini juga menimbulkan kebimbangan bagi para pegiat LFI. Ada kekhawatiran tentang efektivitas PIDI sebagai alat komunikasi kampanye organisasi filantropi. Meskipun PIDI telah terbukti efektif di industri lain, beberapa organisasi nirlaba seperti FLI mungkin mempertanyakan apakah itu cara yang paling efisien? Atau justru berdampak buruk terhadap citra mereka di depan audiens mereka. Pasalnya, Meski terkesan mewah dan bisa saja menarik perhatian lebih banyak donatur, namun kesan mewah dan pemborosan bisa saja menjadi asumsi berbeda. Asumsi berbedanya itu seperti justru mencoreng image lembaga filantropi itu sendiri yang sejatinya fokus pada penyaluran kepada pihak kurang mampu yang berkebutuhan, bukan pada kemewahan periklanan.

Fakta tersebut juga didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh Khan dkk[17], Schmidt[18], El-Masry[19]. Ditemukan alasan umum bahwa jarangnya penggunaaan PIDI oleh LFI karena:

1. Diyakini bahwa PIDI terlalu mahal

2. Diyakini bahwa PIDI tidak efektif untuk target audience

3. Diyakini bahwa PIDI tidak tepat untuk menampilkan image LFI.


Namun, selain fakta di atas, penelitian tersebut juga menemukan bahwa PIDI dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kesadaran akan program mereka, mempromosikan kesukarelaan, dan menghasilkan donasi. Berikut adalah beberapa contoh spesifik tentang bagaimana lembaga sosial, pendidikan, dan filantropi menggunakan tanda digital secara efektif:


1. Palang Merah Amerika menggunakan tanda digital untuk mempromosikan gerakan donor darah dan peluang sukarela lainnya.

2. United Way menggunakan papan tanda digital untuk meningkatkan kesadaran akan masalah kemiskinan dan mendorong orang untuk menyumbang.

3. Ronald McDonald House menggunakan tanda digital untuk mempromosikan misinya menyediakan rumah yang jauh dari rumah bagi keluarga dengan anak yang sakit.


Ini hanya beberapa contoh bagaimana digital signage dapat digunakan secara efektif oleh lembaga sosial, pendidikan dan filantropi. Seiring dengan perkembangan teknologi, kita dapat berharap untuk melihat penggunaan PIDI yang lebih inovatif di bidang ini.


B. KONSEP QUR’ANI DARI AUDIENCE ENGAGEMENT


Demikianlah, rendahnya penggunaan LFI tersebut bukan hanya soal harga saja, tetapi juga disebabkan kurangnya kesadaran dan rendahnya pengetahuan tentang pentingnya penggunaan PIDI bagi para pelaku LFI di atas. Maka penulis kemudian mengenalkan konsep audience enggagement berbasis Qur’an. Namun sebelum lebih jauh kepada pembahasan qur’annya, penulis terlebih dahulu menjelaskan asal konsep audience enggagement, sebuah konsep yang digadang akan menjadi landasan paling tepat untuk FLI dalam memanfaatkan PIDI.

1. Landasan teori dari konsep audience enggagement

Penulis menemukan konsep audience enggagement ini setelah membaca prediksi-prediksi yang dikemukakan Meadows tentang pentingnya PIDI sebagai berikut:

1) Meadows berpendapat bahwa penggunaan tampilan elektronik untuk menyampaikan informasi, hiburan, dan iklan di ruang publik dan pribadi adalah alat yang efektif untuk melibatkan khalayak ramai, menurunkan biaya, meningkatkan penjualan, dan meningkatkan pengalaman pelanggan.[20]

Teori tersebut memperkirakan bahwa electronic display akan terus menjadi terkenal (popular) di seluruh industri dan berfungsi sebagai platform untuk pengiriman pesan dengan target tertentu, ekspresi artistik, dan partisipasi audiens.

2) Dia juga berpendapat bahwa penggunaan papan tanda digital sebagai pengganti tanda menyajikan tradisional, termasuk kemampuan untuk menyampaikan berbagai bentuk konten, berinteraksi dengan pemirsa, konten yang mudah diubah, dan menangkap metrik pemirsa, yang menjelaskan bagaimana hal itu dapat menyampaikan pesan yang lebih bertarget kepada pemirsanya, menghasilkan keterlibatan yang lebih tinggi dan laba atas investasi yang lebih besar dari waktu ke waktu.[21]

Teori ini memperkirakan bahwa akan ada peningkatan teknologi papan merek digital yang berkelanjutan (continuity), seperti yang hari ini kita lihat. Semisal penggabungan kecerdasan buatan dan sensor IoT, akan mengarah pada cara yang lebih inovatif bagi bisnis untuk berkomunikasi dengan audiens mereka.

3) Dia berpendapat bahwa penggunaan tanda-tanda elektronik, dikategorikan ke dalam point of sale, point of wait, point of transit, dan point of mind, dapat menjelaskan dan memprediksi bagaimana orang berinteraksi dengan informasi dan produk di lingkungan luar rumah.[22]

Teori ini menyajikan konstruksi PIDI dan kategorinya yang berbeda, dan menunjukkan bahwa konstruksi ini saling terkait dan dapat menjelaskan fenomena bagaimana orang terlibat dengan informasi dan produk di berbagai pengaturan di luar rumah mereka. Teori tersebut juga mengimplikasikan bahwa penggunaan digital signage dapat membuat prediksi tentang hubungan antar variabel, seperti perhatian dan perilaku pembelian, yang relevan dengan fenomena tersebut.

4) Dia berpendapat bahwa perkembangan digital signage meliputi evolusi teknologi layar, sistem pengiriman konten, dan interaktivitas dengan layar.[23]

Teori ini memperkirakan bahwa PIDI akan terus maju dengan perkembangan teknologi baru, seperti pengumpulan data dari pemirsa, sekaligus menghadapi tantangan regulasi terkait gangguan dan masalah privasi.

5) Dia juga memprediksi bagaimana orang berinteraksi dengan tanda digital ini dalam konteks yang berbeda. Konstruksi ini mencakup masalah privasi, pengukuran audiens, dan pengiriman konten yang dipersonalisasi melalui teknologi nirkabel seperti beacon NFC dan BLE. Dengan memahami prediksi ini, kita dapat memprediksi dengan lebih baik bagaimana digital signage akan terus berkembang dan berdampak pada berbagai industri, seperti ritel dan periklanan.[24]

6) Dia juga berpendapat bahwa peningkatan akses ke sumber daya pendidikan, ditambah dengan keterlibatan orang tua yang mendukung, mengarah pada peningkatan kinerja akademik di kalangan siswa.[25]

Teori tersebut mengusulkan bahwa konstruksi sumber daya pendidikan dan keterlibatan orang tua saling terkait dan dapat menjelaskan fenomena peningkatan prestasi akademik. Selain itu, teori tersebut membuat prediksi tentang hubungan antara variabel-variabel ini, menunjukkan bahwa peningkatan akses ke sumber daya pendidikan dan keterlibatan orang tua akan mengarah pada peningkatan prestasi akademik di kalangan siswa.

7) Menurut data, dia berpendapat bahwa industri reklame digital mengalami pertumbuhan yang stabil dan diperkirakan akan mencapai ukuran pasar sebesar $32,8 miliar pada tahun 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh tren seperti peningkatan pengumpulan data, penggunaan data, dan upaya untuk mengatur data itu, serta penggunaan pesan yang dipersonalisasi melalui augmented reality dan kecerdasan buatan. Selain itu, biaya untuk layar, termasuk opsi resolusi yang lebih tinggi seperti tampilan OLED, diperkirakan akan terus menurun, yang akan mengarah pada adopsi papan tanda digital yang lebih luas di berbagai industri. Akibatnya, industri papan tanda digital menghadirkan banyak peluang karir dalam desain dan manajemen untuk individu dengan latar belakang ilmu komputer, desain grafis, periklanan, pemasaran, atau sistem informasi bisnis.[26]


2. Konsep Audience enggagement untuk pengaplikasian PIDI

Penulis mensintesa keseluruhan prediksi Meadows tersebut. Singkatnya, Meadows memprediksi bahwa Electronic display akan semakin terkenal, akan semakin maju teknologinya, serta merta pola wujudnya juga semakin interaktif. Sehingga regulasinya juga akan dituntut semakin ketat, karena akan semakin berdampak pada industri (terutama retail dan periklanan), tidak hanya itu, tentu saja akan berdampak pada diskursus pendidikan dan parental involvement, terakhir akan berdampak besar pada peluang karir baru (numerous career opportunities).


Dari seluruh pemikiran Meadows tersebut, penulis lalu membagi 5 subvariabel yang menjadi alasan pendukung tentang mengapa penggunaan PIDI ini menjadi sangat penting untuk diterapkan, yakni: Relevancy, Interactivity, Location and placement, Personalization, serta Frequency and consistency. Berkat Meadows, penulis mensintesa teorinya ke dalam bentuk konsep yang terpusat pada audience enggagement. Konsep ini penulis perlihatkan dalam bagan berikut:




1) Relevancy, Salah satu alasan yang paling banyak disebutkan Meadows adalah tentang relevansi. Dimana Penggunaan PIDI harus memenuhi nilai kerelevanan di masa kini. Faktor ini adalah kelebihan & pertimbangan pertama yang pasti diperhatikan. Dengan memanfaatkan teknologi PIDI yang ada sekarang, para pegiat FLI seharusnya melihat kelebihan pertamanya ini. dengan memanfaatkan PIDI, penentuan relevansi konten ajakan kebaikan dapat dilakukan sefleksibel mungkin. Adapun faktor lain yang harus disetarakan perhatiannya adalah 2) Interactivity, 3) Location and placement, 4) Personalization, 5) Frequency and consistency.


Dari Kelima poin pertimbangan tersebut tentu saja semua harus berpusat kepada pertimbangan variable utama, yakni audience enggagement. Karena keberhasilan sebuah pemanfaatan teknologi dalam periklanan harus mampu mencapai keterlibatan audiensnya[27]. Dalam dunia periklanan, ada beberapa teori audience enggagement yang bisa dipilih oleh para pegiat LFI. Masing-masing teori mengusulkan cara yang berbeda untuk menangkap perhatian dan minat audiens target. Beberapa teori yang paling diakui oleh para praktisi dibidang pemasaran, psikologi dan komunikasi tentang meraih keterlibatan audiens dalam iklan adalah:

1) Model AIDA[28] (Attention, Interest, Desire, Action) - Model ini dikembangkan oleh E.K. Strong pada akhir abad ke-19[29] dan sejak itu banyak digunakan dalam iklan. Model ini mengusulkan bahwa iklan yang efektif harus terlebih dahulu menarik perhatian audiens[30], kemudian menimbulkan minat, menciptakan keinginan untuk produk atau layanan, dan akhirnya, memotivasi audiens untuk mengambil tindakan. Model AIDA masih relevan saat ini, dan banyak kampanye periklanan didasarkan pada model ini[31].

2) Model Elaboration Likelihood (ELM) - Model ini dikembangkan oleh Richard Petty dan John Cacioppo pada tahun 1980-an.[32] ELM menyarankan bahwa keterlibatan audiens dalam iklan tergantung pada tingkat motivasi dan kemampuan untuk memproses informasi. Model ini mengusulkan dua rute persuasi - rute sentral (ketika audiens termotivasi dan mampu memproses pesan) dan rute perifer (ketika audiens tidak termotivasi atau tidak mampu memproses pesan). ELM menekankan pentingnya memahami motivasi audiens dan kemampuan untuk memproses informasi saat mengembangkan pesan periklanan.

3) Teori Pembelajaran Sosial - Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura[33] pada tahun 1970-an dan menyarankan bahwa individu belajar dari mengamati perilaku orang lain. Dalam iklan, teori ini mengusulkan bahwa individu lebih cenderung terlibat dengan produk atau layanan ketika mereka melihat orang lain terlibat secara positif.[34] Teori pembelajaran sosial menekankan pentingnya menggunakan bukti sosial (misalnya, testimoni, ulasan) dalam iklan untuk meningkatkan keterlibatan audiens.[35]

4) Teori Pengolahan Informasi[36] - Teori ini mengusulkan bahwa persepsi dan interpretasi pesan iklan audiens tergantung pada proses kognitif mereka[37], seperti perhatian, ingatan, dan pemahaman. Teori pengolahan informasi mengusulkan bahwa iklan yang efektif harus mempertimbangkan proses kognitif audiens dan menyajikan informasi dengan cara yang mudah diproses dan diingat[38]

5) Model Hirarki Efek[39] - Model ini mengusulkan bahwa respons audiens terhadap pesan iklan terjadi dalam serangkaian tahap, termasuk kesadaran, pengetahuan, kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian[40]. Model hirarki efek menekankan pentingnya menciptakan pesan periklanan yang membimbing audiens melalui tahapan-tahapan tersebut.

Diantara kelima teori audience enggament tersebut, yang manakah sekiranya yang paling tepat digunakan oleh pegiat LFI ketika memanfaatkan PIDI? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, tentu pembaca harus terlebih dahulu memahami pandangan alquran tentang bagaimana menggapai audience dalam alquran.


3. Konsep Audience Enggament dalam Alqur’an


Sebagai lembaga filantropi yang sering menyampaikan pesan keislaman ketika menggalang dana kemanusiaan. LFI dalam praktiknya banyak menggunakan dalil islam, tentu konsep yang dipakai dalam menggunakan PIDI ini pun harus berlandaskan islam. Maka, pelaksanaan teori audience enggagement tersebut harus didukung dengan dalil Quran dan Sunnah pula. Dalil apakah yang paling mendukung konsep Audience enggagement ini?


Allah SWT berfirman:

وَمَآأَرۡسَلۡنَٰكَإِلَّارَحۡمَةٗلِّلۡعَٰلَمِينَ


"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS.Al Anbiya:107).


Ayat ini menekankan tentang pentingnya kasih dan empati terhadap audiens ketika menyampaikan dakwah. Selain itu, di dalam konteks audience enggagement, Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai ‘media iklannya’ untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada manusia. Manusia melihat cerminan kasih sayang Allah dalam diri Nabi. Kesuksesan Nabi telah terbukti dengan berhasilnya dakwah islam hingga sekarang ini. Karena itulah dapat kita simpulkan bahwa Muhammad SAW sebagai sebuah media telah sukses menjadi variable audience enggagement.

Kesuksesan audience enggagement tersebut tentu tidak terlepas dari karakter diri Rasulullah, nilai rahmatanlilalamin yang tercermin dalam kelima variable penguat tadi. Kelima karakter ini memainkan peranan penting untuk menggapai keberhasilan ajakan Rasulullah. Cerminan 5 karakter tersebut penulis jelaskan sebagai berikut:

1) Relevancy: Allah memilih Muhammad sebagai utusan karena karakter relevansi sehingga mampu untuk mencapai audience enggagement. Faktor yang membuktikan karakter relevansi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sebagai seorang utusan, nabi adalah manusia yang memahami masalah ummatnya. Ia tinggal dan berbaur bersama mereka. Bahkan beliau mampu menjalin hubungna kepada mereka secara personal/ intim/ pribadi. faktor proximity to the community inilah yang membuat pesannya menjadi relevan dengan kehidupan sehari-hari ummatnya. Allah berfirman:


لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ١٢٨

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah:128)


b. Pesan Nabi Muhammad disesuaikan dengan komunitas yang dia tuju. Dia menggunakan contoh dan cerita yang akrab bagi audiensnya dan yang dapat mereka kaitkan, faktor Message tailored to the community membuat pesannya lebih relevan dan menarik.


وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗا

Demikianlah Kami jadikan kamu umat yang adil agar kamu menjadi saksi atas manusia dan Rasul menjadi saksi atas kamu.” (QS.Albaqarah:143)


c. Meski disesuaikan dengan komunitasnya, pesan Nabi Muhammad juga abadi dan universal. Pesannya tentang monoteisme, perdamaian dan keadilan sosial bergema dengan orang-orang dari semua latar belakang dan faktor timeless message ini membuat pesannya tetap memiliki relevan hingga hari ini. Allah berfirman:


وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٞ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوۡ قُتِلَ ٱنقَلَبۡتُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَٰبِكُمۡۚ وَمَن يَنقَلِبۡ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيۡ‍ٔٗاۗ وَسَيَجۡزِي ٱللَّهُ ٱلشَّٰكِرِينَ ١٤٤


Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur (QS.Ali Imran 3:144)


d. Keaslian dan ketulusan Nabi Muhammad juga membuatnya lebih relevan dengan komunitasnya. Tindakan dan kata-katanya konsisten dengan pesannya, faktor Authenticity ini yang memberinya kredibilitas dan kepercayaan di antara para sahabatnya.


وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm:3-4)


2) Interactivity. Berikut faktor yang membuktikan bahwa nabi muhammad SAW memiliki kemampuan interaktif sehingga mampu mencapai audience enggagement:

a. Openness to dialogue: Nabi Muhammad dikenal karena keterbukaannya terhadap dialog dan diskusi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Beliau akan mendengarkan pendapat orang dan terlibat dalam percakapan yang bermakna dengan mereka, bahkan dengan mereka yang mengkritiknya.


ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl:125)


b. Personalized approach: Nabi Muhammad menyadari bahwa orang memiliki kebutuhan dan tingkat pemahaman yang berbeda, dan dia akan menyesuaikan pesan dan bimbingannya agar sesuai dengan situasi dan individu tertentu. Pendekatan yang dipersonalisasi ini membuat pesannya lebih interaktif dan relevan dengan para pengikutnya.


وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya:107)

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Quran Ali Imran:159)

c. Emphasis on community, Nabi Muhammad menekankan pentingnya komunitas dan mendorong para pengikutnya untuk bekerja sama, saling mendukung, dan membangun hubungan yang kuat. Fokus pada pembangunan komunitas ini memupuk rasa interaktivitas dan kolaborasi di antara para pengikutnya.


إِنَّ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرٗا كَبِيرٗا ٩

Sesungguhnya Al Quran (pesan Muhammad) ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (QS. Al-Isra:9)


وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءٗ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنٗا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٖ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ١٠٣

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Quran 3:103)


d. Model of behavior: Ajaran dan tindakan Nabi Muhammad menjadi model perilaku bagi para pengikutnya. Teladan dan bimbingan pribadinya mendorong para pengikutnya untuk meniru perilakunya dan terlibat dalam interaksi positif dengan orang lain. Inilah salah satu kelebihan nabi sebagai uswah sehingga mampu menggapai audience enggagement.


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. Al Ahzab:21)


قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. Ali Imran: 31)


3) Location and placement, bahwa nabi muhammad SAW selalu berada pada penempatan dan lokalitas yang tepat. Berikut faktor yang membuktikan kemampuan tersebut sehingga mencapai audience enggagement:

a. Mecca as a trade center: faktor keberhasilan dakwah adalah nabi dilahirkan di Mekah. Mekah adalah pasar, pusat perdagangan yang penting, dan orang-orang dari seluruh Jazirah Arab akan berkumpul di sana untuk urusan bisnis. Keberadaan Nabi Muhammad di Mekkah memungkinkannya untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai daerah, suku, dan agama, memberinya khalayak yang lebih luas dan beragam untuk menyampaikan Qur’an.


وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ ..

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kalian terhalang (di Makkah) maka tidak mengapa (jika membawa) kurban yang mudah diperolehnya. (QS. Al Baqarah:196)

b. Access to diverse populations: Mekah adalah rumah bagi berbagai suku dan komunitas agama, termasuk Yahudi dan Kristen. Lokasi Nabi Muhammad di Mekah memungkinkannya untuk berinteraksi dan belajar dari komunitas-komunitas ini, yang pada gilirannya membantu membentuk ajaran dan pendekatannya dalam menyebarkan pesannya.

c. Physical proximity to his followers: Nabi Muhammad tinggal di antara para pengikutnya di Mekkah dan Madinah, yang memungkinkan dia untuk berinteraksi dengan mereka secara pribadi dan memahami kebutuhan dan perhatian mereka. Kedekatan ini membantu membangun kepercayaan dan memupuk rasa kebersamaan di antara para pengikutnya.

d. Strategic location for spreading his message : tentu saja, skenario Allah SWT melahirkan seorang nabi di Mekah. Alasan terpenting mengapa Mekah adalah karena Mekkah terletak di jalur perdagangan utama dan merupakan pusat perdagangan, menjadikannya lokasi yang ideal untuk menyebarkan risalah Nabi Muhammad. Saat orang melakukan perjalanan melalui Mekah, mereka dapat mendengar pesannya dan berangsur-angsur menyebarkannya ke komunitas mereka sendiri.

اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qasas: 56)

4) Personalization, ada beberapa aspek dari karakter dan ajarannya yang dapat dimaknai sebagai kemampuan personalisasi:

a. Understanding of individual needs:

Nabi Muhammad menyadari bahwa orang memiliki kebutuhan dan tingkat pemahaman yang berbeda, dan dia akan menyesuaikan pesan dan petunjuknya agar sesuai dengan situasi dan individu tertentu. Pendekatan yang dipersonalisasi ini membuat pesannya lebih relevan dan menarik bagi para pengikutnya.

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ


Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah:128)

b. Compassionate and empathetic nature: Nabi Muhammad dikenal karena sifatnya yang welas asih dan empati, yang memungkinkannya untuk terhubung dengan orang-orang di tingkat pribadi. Pemahaman dan pertimbangannya tentang perasaan dan emosi orang membantu membangun kepercayaan dan memupuk rasa kebersamaan di antara para pengikutnya.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ


Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali Imran:159)

c. Model of behavior: Ajaran dan tindakan Nabi Muhammad menjadi model perilaku bagi para pengikutnya. Teladan dan bimbingan pribadinya mendorong para pengikutnya untuk menjalani kehidupan yang dipersonalisasi dan digerakkan oleh tujuan yang selaras dengan nilai dan keyakinan mereka.


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ


Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab:21)

d. Emphasis on individual responsibility: Nabi Muhammad menekankan pentingnya tanggung jawab dan akuntabilitas pribadi, yang mendorong para pengikutnya untuk mengambil kepemilikan atas tindakan mereka dan berjuang untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا


Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

(QS. An-Nisa:59)


وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى ۗوَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ اِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ ۗوَمَنْ تَزَكّٰى فَاِنَّمَا يَتَزَكّٰى لِنَفْسِهٖ ۗوَاِلَى اللّٰهِ الْمَصِيْرُ

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan salat. Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali. (QS. Fatir:18)


5) Frequency and consistency, Frekuensi dan konsistensi risalah Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan memainkan peran penting dalam kemampuannya untuk mencapai audience factor. Berikut faktor yang membuktikan karakter ini:

a. Regularity of his teachings : Nabi Muhammad secara teratur mengajarkan dan mendakwahkan risalah Islam kepada para pengikutnya, baik di tempat umum maupun pribadi. Penyampaian pesannya yang konsisten dan sering ini membantu memperkuat dan memantapkan ajarannya di benak para pengikutnya.


وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ


Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur'an) ini kepadamu (Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. An-Nahl:64)


فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَقُّۚ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ ۖوَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا


Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur'an sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku. (QS. Ta Ha:114)


b. Repetition of key themes: Nabi Muhammad sering mengulangi tema-tema dan konsep-konsep kunci dalam ajarannya, yang membantu memperkuat pentingnya dan relevansinya bagi para pengikutnya. Pengulangan ini juga membantu para pengikutnya untuk menginternalisasi dan mengingat pesannya dengan lebih mudah.


وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِيْ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لِيَذَّكَّرُوْاۗ وَمَا يَزِيْدُهُمْ اِلَّا نُفُوْرًا


Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami (jelaskan) berulang-ulang (peringatan), agar mereka selalu ingat. Tetapi (peringatan) itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS. Al-Isra’:41)


اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ


Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur'an berbahasa Arab, agar kamu mengerti (QS. Yusuf:2).


c. Emphasis on daily practices: Nabi Muhammad sangat menekankan pada praktik sehari-hari, seperti shalat, puasa, dan amal, yang dimaksudkan untuk dilakukan secara teratur dan konsisten. Penekanan pada praktik yang konsisten ini membantu memperkuat pesan Islam dan membangun rasa kebersamaan di antara para pengikutnya.


فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa:103)


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ


Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (QS. Al Baqarah:172)


d. Integration of religion into daily life: Nabi Muhammad mendorong para pengikutnya untuk mengintegrasikan keyakinan agama mereka ke dalam kehidupan sehari-hari, yang membantu memperkuat pentingnya pesannya dan membuatnya lebih relevan dengan pengalaman sehari-hari mereka.


وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ


Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk. (QS. Al Baqarah: 43)


قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ


Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, (QS. Al-An’am:162)


C. Praksis Qur’ani penerapan PIDI oleh LFI

Dengan memahami konsep Qur’ani audience engagement yang tercermin dari karakter ajaran nabi Muhammad di atas, maka dalam tataran praksis, para pegiat FLI pun memiliki kesadaran, bahwa PIDI adalah media yang tepat untuk menyampaikan pesan filantropisnya saat ini. sebagaimana Allah telah menjadikan Muhammad sebagai media untuk menyampaikan pesan rahmatanlilalamin. Maka, penulis memberikan sejumlah kemampuan PIDI yang mendukung misi rahmat tersebut.

1) Relevancy,berikut penerapan teknologi PIDI yang mampu memberikan nilai relevansi, sehingga LFI secara efektif mampu menerapakan nilai ajaran dakwah nabi (proximity to the community, Message tailored to the community, timeless message, Authenticity), untuk meraih audience enggagement:

a. Memanfaatkan Dynamic content: Pegiat LFI bisa menampilkan konten dinamis yang relevansinya bisa melayani audiens, seperti berita, pesan agama, pembaruan cuaca, atau umpan media sosial. kemampuan teknologi konten dinamis PIDI dapat membantu menarik perhatian mereka dan membuat umat tetap tertarik dengan tampilannya

b. Interactive touchscreens: PIDI yang menggabungkan layar sentuh interaktif memungkinkan audiens untuk terlibat dengan konten pada tingkat yang lebih pribadi. Ini dapat mencakup fitur seperti formulir donasi atau informasi tentang program dan layanan lembaga filantropi.

c. Mobile integration: PIDI yang terintegrasi dengan perangkat seluler, seperti melalui kode QR atau teknologi NFC, memungkinkan audiens untuk berinteraksi dengan konten dan lembaga filantropi bahkan setelah mereka pergi meninggalkan layar PIDI.

d. Real-time updates: LFI bisa memanfaatkan kemampuan PIDI untuk menampilkan pembaruan waktu nyata, seperti laporan keuangan amil, kampanye penggalangan dana atau hasil kerja lembaga filantropi. Teknologi ini dapat membantu membangun rasa urgensi dan mendorong audiens untuk mengambil tindakan.


2) Selanjutnya, ada beberapa teknologi PIDI yang memiliki nilai Interactivity dalam dakwah nabi (Openness to dialogue, Personalized approach, Emphasis on community, Model of behavior) yang cocok untuk dimanfaatkan oleh LFI:

a. Interactive touchscreens

b. Augmented Reality: PIDI yang memanfaatkan teknologi augmented reality (AR) dapat menciptakan pengalaman yang interaktif dan imersif bagi audiens. Misalnya, tampilan AR dapat menunjukkan model virtual dari sebuah bangunan atau proyek yang didanai oleh lembaga filantropi, memungkinkan audiens untuk menjelajahinya secara detail.

c. Gesture control: PIDI yang menggunakan teknologi gesture control memungkinkan audiens untuk berinteraksi dengan tampilan tanpa menyentuhnya secara fisik. Ini dapat mencakup fitur seperti gerakan tangan untuk menavigasi konten atau untuk memicu tindakan tertentu.

d. Voice recognition: PIDI yang menggabungkan teknologi pengenalan suara memungkinkan audiens untuk berinteraksi dengan tampilan menggunakan perintah suara. Ini dapat mencakup fitur seperti meminta informasi lebih lanjut atau memberikan donasi menggunakan perintah suara.

e. Mobile integration, tablet atau ponsel cerdas, dapat digunakan untuk menargetkan audiens tertentu dan menyampaikan pesan yang dipersonalisasi berdasarkan lokasi mereka atau informasi demografis lainnya.


3) Ketika LFI menyadari kehadiran nabi muhammad yang selalu berada pada Location and placement yang tepat. Maka setidaknya ada beberapa teknologi yang sesuai dengan faktor nabi sebagai utusan Allah (Mecca as a trade center, Access to diverse populations, Physical proximity to his followers, Strategic location for spreading his message) yaitu:

a. Outdoor LED screens: PIDI yang terletak di area luar ruangan seperti pusat perbelanjaan, taman, mal, atau lapangan umum bisa menarik perhatian audiens yang lebih besar dan menghasilkan eksposur yang lebih besar bagi lembaga filantropi.

b. Indoor displays: PIDI yang ditempatkan di area indoor seperti masjid, pusat komunitas Islam, atau madrasah dapat menargetkan audiens yang lebih spesifik dan menyampaikan pesan dan informasi yang ditargetkan tentang lembaga filantropi tersebut.

c. Wayfinding displays: PIDI yang digunakan untuk tujuan pencarian jalan dan navigasi, seperti mengarahkan pengunjung ke kantor atau acara lembaga filantropi, dapat ditempatkan secara strategis di area dengan lalu lintas tinggi untuk memastikan visibilitas dan keterlibatan maksimum.

d. Mobile integration


4) Kemampuan nabi mempersonalisasi, Personalization terhadap mad’u itu (Understanding of individual needs, Compassionate and empathetic nature, Model of behavior, Emphasis on individual responsibility) juga tercermin dalam teknologi yang bisa dimanfaatkan LFI yaitu:

a. Audience Analytics: PIDI yang menggunakan analitik audiens dapat mempersonalisasi konten berdasarkan data seperti demografi, minat, dan perilaku. Teknologi ini dapat menganalisis audiens secara real-time dan menyediakan konten yang relevan, sehingga meningkatkan peluang keterlibatan.

b. Interactive Touchscreens:

c. Mobile Integration

d. Social Media Integration

e. Personalized Messaging: PIDI yang menyampaikan pesan yang dipersonalisasi dapat memberikan pengalaman yang lebih menarik bagi audiens. Misalnya, tampilan tanda digital dapat diprogram untuk menampilkan pesan yang dipersonalisasi kepada donor, relawan, atau anggota komunitas, sehingga meningkatkan peluang keterlibatan dan dukungan.


5) Karakter Frequency and consistency ajaran nabi (Regularity of his teachings, Repetition of key themes, Emphasis on daily practices, Integration of religion into daily life) yang bisa dimanifestasikan dalam teknologi PIDI adalah sebagai berikut:

a. Scheduled Content: PIDI yang memiliki konten terjadwal dapat memastikan bahwa informasi yang relevan ditampilkan secara berkala. Misalnya, digital signage dapat menampilkan pernyataan misi lembaga filantropi, acara yang akan datang, dan informasi donasi dengan jadwal yang konsisten dan dapat diandalkan.

b. Automated Content: PIDI yang memiliki konten otomatis dapat memastikan bahwa informasi yang relevan ditampilkan secara real-time. Misalnya, digital signage dapat secara otomatis menampilkan update donasi real-time, feed media sosial, atau update berita terkait lembaga filantropi.

c. Content Management Systems (CMS): PIDI yang memanfaatkan sistem manajemen konten dapat memastikan bahwa konten diperbarui dan ditampilkan secara konsisten. CMS dapat memungkinkan pembaruan konten dengan mudah seperti informasi acara, peluang sukarela, dan informasi donasi.

d. Remote Management: PIDI yang memiliki kemampuan manajemen jarak jauh dapat memastikan bahwa konten diperbarui dan ditampilkan secara konsisten. Manajemen jarak jauh memungkinkan pembaruan konten dengan mudah, pemantauan status tampilan, dan pemecahan masalah tanpa memerlukan staf di tempat.

e. Content Templates: PIDI yang menggunakan template konten dapat memastikan bahwa konten ditampilkan secara konsisten. Template konten dapat menyediakan kerangka kerja untuk branding, tata letak, dan pengiriman pesan yang konsisten, memastikan bahwa audiens mengenali pesan dan misi lembaga filantropi.

Namun, bagi LFI yang biasanya memiliki dana terbatas dan SDM yang belum memenuhi standar penerapan PIDI di atas, sehingga untuk memulai penerapannya, tentu lembaga filantropi islam perlu punya beberapa langkah awal terlebih agar bisa menggunakan PIDI, yakni sebagai berikut:

1. Strategi awal

a. Mulai dari yang Kecil: Organisasi filantropi dapat memulai dengan proyek percontohan untuk menguji efektivitas papan reklame digital. Ini dapat melibatkan investasi dalam tampilan dan perangkat lunak PIDI berbiaya rendah dan menempatkannya di area lalu lintas tinggi yang dapat menarik perhatian calon donatur. Dengan memulai dari yang kecil, organisasi dapat mengukur dampak papan merek digital pada audiens mereka tanpa menggunakan sumber daya yang signifikan.

b. Memanfaatkan Kemitraan: Organisasi filantropi juga dapat bermitra dengan bisnis lokal atau organisasi nirlaba lainnya untuk berbagi biaya penerapan PIDI. Dengan mengumpulkan sumber daya, organisasi dapat mengakses tampilan reklame digital yang lebih canggih dan perangkat lunak yang mungkin berada di luar jangkauan mereka sendiri.

2. Hal lain yang perlu diperhatikan

a. Fokus pada Konten: Mengembangkan konten yang menarik untuk PIDI sangat penting untuk menarik dan melibatkan calon donatur. Organisasi filantropi dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti foto dan video, untuk membuat konten berdampak yang menceritakan kisah mereka dan menyoroti misi mereka. Mereka juga dapat mempertimbangkan konten crowdsourcing dari komunitas mereka untuk menciptakan rasa kepemilikan dan keterlibatan.

b. Menekankan Dampak: Donor ingin tahu bahwa kontribusi mereka membuat perbedaan. Organisasi filantropi dapat menggunakan PIDI untuk menunjukkan pengaruh mereka dan menyoroti kisah sukses. Ini dapat membantu membangun kepercayaan dan kredibilitas dengan calon donor dan mendorong mereka untuk berkontribusi pada tujuan tersebut.

c. Berinvestasi dalam Pelatihan: Terakhir, berinvestasi dalam pelatihan dan pendidikan untuk staf dapat membantu memastikan keberhasilan implementasi papan merek digital. Hal ini dapat melibatkan penyediaan staf dengan keterampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk mengelola teknologi dan mengembangkan konten yang menarik. Dengan berinvestasi dalam pengembangan staf, organisasi dapat memaksimalkan dampak PIDI mereka dan memastikan pengembalian investasi yang positif.






D. Kesimpulan

Berdasarkan teori meadows tentang digital signage (PIDI) tersebut, maka artikel ini menyajikan beberapa refleksi sebagai berikut:

1. Konsep Qurani: Artikel ini berusaha untuk mengeksplorasi konsep keterlibatan audiens Qurani dalam konteks lembaga filantropi Islam dan papan iklan digital. Dengan menyamakan antara pendekatan Qurani terhadap keterlibatan audiens melalui karakteristik Nabi Muhammad SAW dan strategi papan iklan digital modern, artikel ini kemudian bertujuan untuk menyoroti pentingnya mengadopsi teknik-teknik ini dalam filantropi Islam.

2. Peran Teknologi: Refleksi tersebut menekankan peran teknologi, khususnya papan iklan digital (PIDI), dalam melibatkan dan mencapai audiens yang lebih luas. Ini mengacu pada prediksi yang dibuat oleh Meadows tentang pertumbuhan dan dampak tampilan elektronik serta relevansinya dalam konteks lembaga filantropi Islam.

3. Tantangan dan Peluang: Artikel tersebut menyentuh tentang kurangnya adopsi PIDI oleh lembaga filantropi Islam, yang menunjukkan tantangan dalam hal kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya PIDI. Hal ini menyoroti peluang bagi lembaga-lembaga ini untuk memanfaatkan papan iklan digital untuk meningkatkan jangkauan dan dampak mereka.

4. Prinsip-prinsip Qurani dalam Keterlibatan Audiens: Refleksi tersebut menyoroti bagaimana prinsip-prinsip Qurani tentang relevansi, interaktivitas, lokasi, personalisasi, dan konsistensi tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad SAW dalam misinya, dan dapat menjadi panduan bagi lembaga filantropi Islam modern dalam upaya mereka untuk melibatkan audiens.

Implikasi:

1. Meningkatkan Filantropi Islam: Implementasi prinsip keterlibatan audiens Qurani melalui papan iklan digital dapat signifikan meningkatkan efektivitas lembaga filantropi Islam dalam menyampaikan pesan mereka, meningkatkan sumbangan, dan melibatkan komunitas secara berarti.

2. Mengintegrasikan Teknologi: Lembaga filantropi Islam harus mengadopsi kemajuan teknologi seperti PIDI untuk tetap relevan dan dapat diakses oleh audiens modern. Dengan memahami potensi tampilan interaktif, pembaruan real-time, dan pesan yang dipersonalisasi, mereka dapat efektif mengkomunikasikan misi dan inisiatif mereka.

3. Sejalan dengan Nilai-nilai Qurani: Dengan mengarahkan strategi keterlibatan audiens mereka dengan prinsip-prinsip Qurani, lembaga filantropi Islam dapat memastikan bahwa upaya mereka didasarkan pada kasih sayang, empati, dan relevansi, seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad (shalallahu ‘alaihi wasallam) dalam misinya.

4. Membina Hubungan dengan Komunitas: PIDI dapat memfasilitasi keterlibatan yang lebih baik dengan komunitas melalui penyediaan konten yang relevan dan dipersonalisasi, memungkinkan komunikasi dua arah, dan meningkatkan visibilitas lembaga di lokasi strategis.

5. Pengembangan Profesional: Pertumbuhan industri papan iklan digital menawarkan peluang karir baru di bidang desain, manajemen, dan teknologi informasi. Lembaga filantropi Islam harus mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan staf mereka untuk efektif memanfaatkan peluang ini.

6. Kerjasama: Lembaga filantropi Islam dapat berkolaborasi dengan para ahli teknologi, profesional pemasaran, dan spesialis komunikasi untuk mengembangkan dan menerapkan kampanye PIDI yang efektif sesuai dengan tujuan mereka dan dapat beresonansi dengan audiens target mereka.

7. Dan tentu saja terdapat pertimbangan Etika: Saat mengadopsi PIDI, lembaga filantropi Islam harus tetap memperhatikan standar etika terkait privasi data, pembuatan konten, dan transparansi guna menjaga kredibilitas dan kepercayaan di antara audiens mereka.


Sebagai kesimpulan akhir, dengan mengadopsi konsep keterlibatan audiens Qurani dan mengintegrasikannya dengan teknologi modern seperti papan iklan digital, lembaga filantropi Islam dapat membuka jalan untuk komunikasi yang lebih berdampak dan bermakna. Dengan menyelaraskan strategi mereka dengan nilai dan prinsip-prinsip Qurani, mereka dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan audiens dan menumbuhkan rasa kasih sayang dan empati dalam misi mereka untuk melayani umat manusia.

Demikianlah, maka menjadi penting bagi pegiat FLI untuk segera menerapkan PIDI sebagai kampanyenya. Karena dengan teknologinya PIDI mampu menjadi media dakwah yang sesuai dengan karakter yang terdapat dalam diri nabi seperti relevancy, interactivity, Location and placement, Personalization, serta Frequency and consistency. Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi PIDI tersebut (seperti Dynamic content, Interactive touchscreens, Mobile integration Real-time updates, nilai keutuhan dakwah seperti karakter nabi Muhammad yang bisa menjangkau siapa saja, kapan saja, dimana saja





















Referensi

“10 Industries Making the Most of Digital Signage,” 2019. https://www.stewartsigns.com/blog/10-industries-making-the-most-of-digital-signage.

Albert Bandura. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman, 1997.

Arora, N, V. Kumar, and R. Venkatesan. “The Impact of Social Media on Customer Purchase Intention: A Social Learning Perspective.” Science, Journal of the Academy of Marketing 42, no. 5 (2014): 578–95.

Barry, Thomas E. The Hierarchy of Effects. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1987.

“Benefits of Digital Signage By Market,” 2022. https://www.digitalsignagetoday.com/blogs/benefits-of-digital-signage-by-market/.

Caples, John. Principles of Advertising. New York: Harper & Brothers, 1932.

“Digital Signage Market Size, Share, & Trend Analysis Report By Type, By Component, By Technology, By Application, By Location, By Content Category, By Size, By Region, And Segment Forecasts, 2023 - 2030,” 2023. https://www.grandviewresearch.com/industry-analysis/digital-signage-market.

E.K. Strong, Jr. The Psychology of Selling. New York: McGraw-Hill, 1925.

Eastin, Matthew S. Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption (1 Volume). Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption. Information Science Reference, 2010. https://doi.org/10.4018/978-1-60566-792-8.ch022.

El-Masry, M. M. “The Use of Digital Signage in Educational Institutions: A Literature Review.” International Journal of Educational Technology 15, no. 1 (2018): 1–12.

Heath, Robert. The Psychology of Advertising: How to Create Ads That Work. Oxford: Capstone Publishing, 2001.

Hung, K., and Y.-C. Chen. “The Impact of Social Media User-Generated Content on Purchase Intention: A Social Learning Perspective.” Journal of Retailing 95, no. 1 (2019): 102–18.

Jackson, Mark. Digital Signage in Manufacturing: A Guide to Using Digital Signage to Improve Productivity, Communication, and Safety. Berkeley: Apress, 2016.

Khan, S. A., M. S. A. Khan, and M. I. Khan. “The Use of Digital Signage in Social and Educational Institutions.” International Journal of Business Information Systems 22, no. 3 (2017): 320–35.

Kitchen, Peter J., and Karen B. Bernthal. Advertising Theory: A Multidisciplinary Approach. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, 2000.

MacInnis, Deborah J., and Bernard J. Jaworski. Advertising and Consumer Psychology: An Information Processing Approach. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1989.

Meadows, Jennifer. “Digital Signage.” In Communication Technology Update and Fundamentals, edited by August E. Grant and Jennifer H. Meadows, Sixteenth., 107–15. New York: Routledge, 2018.

Naismith, Michael. Digital Signage: The Power of Visual Communication. Burlington: Elsevier, 2005.

O’Hare, Michael. Digital Signage for Tourism: A Guide to Using Digital Signage to Promote Destinations and Attract Visitors. Lausanne: AVA Publishing, 2017.

Petty, R. E., and J. T. Cacioppo. “Effects of Involvement on Responses to Unfavorable Arguments: Assimilation and Contrast Effects.” Journal of Personality and Social Psychology 46, no. 6 (1981): 695–713.

Raharjo, Budi. Dasar-Dasar Multimedia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005.

Rothschild, Michael L. Advertising: The Social Response. New York: Routledge, n.d.

Sadiman, Arief S. Pengantar Teknologi Multimedia. Penerbit Rajawali Pers, 2006.

Schaeffler, Jimmy. Digital Signage: Software, Networks, Advertising, and Displays: A Primer for Understanding the Business. Edited by Angelina Ward and Katy Spencer. Oxford: Focal Press, 2008. www.books.elsevier.com.

———. Digital Video Recorders: DVRs Changing TV and Advertising Forever. Oxford: Focal Press, 2009. www.elsevierdirect.com.

Schmidt, J. C. “Digital Signage in the Nonprofit Sector: A Case Study of the American Red Cross.” Journal of Nonprofit & Public Sector Marketing 23, no. 3 (2015): 225–41.

Smith, David. Digital Signage: Strategy and Tactics. Hoboken: John Wiley & Sons, 2007.

Solomon, Michael, and Elnora W. Stuart. Advertising Theory and Practice. Boston: Pearson Education, 2012.

Suyanto. Teknologi Multimedia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004.

Titlow, John Paul. The Future of Digital Signage: How This Technology Is Changing the Way We Communicate. Boca Raton: CRC Press, 2018.

Tracy, Brian. The AIDA Model: A Proven Framework for Converting Strangers Into Customers. New York: AMACOM, 2007.

Wilson, Paul. Digital Signage: The Complete Guide to Planning, Designing, and Implementing Digital Signage Networks. Boston: Focal Press, 2008.

“10 Industries Making the Most of Digital Signage,” 2019. https://www.stewartsigns.com/blog/10-industries-making-the-most-of-digital-signage.

Albert Bandura. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman, 1997.

Arora, N, V. Kumar, and R. Venkatesan. “The Impact of Social Media on Customer Purchase Intention: A Social Learning Perspective.” Science, Journal of the Academy of Marketing 42, no. 5 (2014): 578–95.

Barry, Thomas E. The Hierarchy of Effects. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1987.

“Benefits of Digital Signage By Market,” 2022. https://www.digitalsignagetoday.com/blogs/benefits-of-digital-signage-by-market/.

Caples, John. Principles of Advertising. New York: Harper & Brothers, 1932.

“Digital Signage Market Size, Share, & Trend Analysis Report By Type, By Component, By Technology, By Application, By Location, By Content Category, By Size, By Region, And Segment Forecasts, 2023 - 2030,” 2023. https://www.grandviewresearch.com/industry-analysis/digital-signage-market.

E.K. Strong, Jr. The Psychology of Selling. New York: McGraw-Hill, 1925.

Eastin, Matthew S. Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption (1 Volume). Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption. Information Science Reference, 2010. https://doi.org/10.4018/978-1-60566-792-8.ch022.

El-Masry, M. M. “The Use of Digital Signage in Educational Institutions: A Literature Review.” International Journal of Educational Technology 15, no. 1 (2018): 1–12.

Heath, Robert. The Psychology of Advertising: How to Create Ads That Work. Oxford: Capstone Publishing, 2001.

Hung, K., and Y.-C. Chen. “The Impact of Social Media User-Generated Content on Purchase Intention: A Social Learning Perspective.” Journal of Retailing 95, no. 1 (2019): 102–18.

Jackson, Mark. Digital Signage in Manufacturing: A Guide to Using Digital Signage to Improve Productivity, Communication, and Safety. Berkeley: Apress, 2016.

Khan, S. A., M. S. A. Khan, and M. I. Khan. “The Use of Digital Signage in Social and Educational Institutions.” International Journal of Business Information Systems 22, no. 3 (2017): 320–35.

Kitchen, Peter J., and Karen B. Bernthal. Advertising Theory: A Multidisciplinary Approach. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, 2000.

MacInnis, Deborah J., and Bernard J. Jaworski. Advertising and Consumer Psychology: An Information Processing Approach. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1989.

Meadows, Jennifer. “Digital Signage.” In Communication Technology Update and Fundamentals, edited by August E. Grant and Jennifer H. Meadows, Sixteenth., 107–15. New York: Routledge, 2018.

Naismith, Michael. Digital Signage: The Power of Visual Communication. Burlington: Elsevier, 2005.

O’Hare, Michael. Digital Signage for Tourism: A Guide to Using Digital Signage to Promote Destinations and Attract Visitors. Lausanne: AVA Publishing, 2017.

Petty, R. E., and J. T. Cacioppo. “Effects of Involvement on Responses to Unfavorable Arguments: Assimilation and Contrast Effects.” Journal of Personality and Social Psychology 46, no. 6 (1981): 695–713.

Raharjo, Budi. Dasar-Dasar Multimedia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005.

Rothschild, Michael L. Advertising: The Social Response. New York: Routledge, n.d.

Sadiman, Arief S. Pengantar Teknologi Multimedia. Penerbit Rajawali Pers, 2006.

Schaeffler, Jimmy. Digital Signage: Software, Networks, Advertising, and Displays: A Primer for Understanding the Business. Edited by Angelina Ward and Katy Spencer. Oxford: Focal Press, 2008. www.books.elsevier.com.

———. Digital Video Recorders: DVRs Changing TV and Advertising Forever. Oxford: Focal Press, 2009. www.elsevierdirect.com.

Schmidt, J. C. “Digital Signage in the Nonprofit Sector: A Case Study of the American Red Cross.” Journal of Nonprofit & Public Sector Marketing 23, no. 3 (2015): 225–41.

Smith, David. Digital Signage: Strategy and Tactics. Hoboken: John Wiley & Sons, 2007.

Solomon, Michael, and Elnora W. Stuart. Advertising Theory and Practice. Boston: Pearson Education, 2012.

Suyanto. Teknologi Multimedia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004.

Titlow, John Paul. The Future of Digital Signage: How This Technology Is Changing the Way We Communicate. Boca Raton: CRC Press, 2018.

Tracy, Brian. The AIDA Model: A Proven Framework for Converting Strangers Into Customers. New York: AMACOM, 2007.

Wilson, Paul. Digital Signage: The Complete Guide to Planning, Designing, and Implementing Digital Signage Networks. Boston: Focal Press, 2008.


[1] Papan iklan digital memiliki banyak Terminologi lain. Salah satunya dikenal dengan Digital signage dan akronim DOOH, digital out-of-home. Yaitu papan iklan digital yang dapat dilihat di luar ruangan. Lihat Jimmy Schaeffler, Digital Signage: Software, Networks, Advertising, and Displays: A Primer for Understanding the Business, ed. Angelina Ward and Katy Spencer (Oxford: Focal Press, 2008), www.books.elsevier.com. Hlm. 2 [2] Sangat berbeda dengan platform dalam rumah seperti DVRs lihat Jimmy Schaeffler, Digital Video Recorders: DVRs Changing TV and Advertising Forever (Oxford: Focal Press, 2009), www.elsevierdirect.com. Hlm. 14-15 [3] Jennifer Meadows, “Digital Signage,” in Communication Technology Update and Fundamentals, ed. August E. Grant and Jennifer H. Meadows, Sixteenth (New York: Routledge, 2018), 107–15. Hlm. 107 [4] Lihat dalam Suyanto, Teknologi Multimedia (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004). Hlm. 103 Arief S. Sadiman, Pengantar Teknologi Multimedia (Penerbit Rajawali Pers, 2006). Hlm. 125 Budi Raharjo, Dasar-Dasar Multimedia (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005). Hlm. 87 [5] Paul Wilson, Digital Signage: The Complete Guide to Planning, Designing, and Implementing Digital Signage Networks (Boston: Focal Press, 2008). Hlm. 11 [6] David Smith, Digital Signage: Strategy and Tactics (Hoboken: John Wiley & Sons, 2007). Hlm. 13 [7] Michael Naismith, Digital Signage: The Power of Visual Communication (Burlington: Elsevier, 2005). Hlm. 19 [8] Mark Jackson, Digital Signage in Manufacturing: A Guide to Using Digital Signage to Improve Productivity, Communication, and Safety (Berkeley: Apress, 2016). Hlm. 11 [9] Michael O’Hare, Digital Signage for Tourism: A Guide to Using Digital Signage to Promote Destinations and Attract Visitors (Lausanne: AVA Publishing, 2017). Hlm. 13 [10] John Paul Titlow, The Future of Digital Signage: How This Technology Is Changing the Way We Communicate (Boca Raton: CRC Press, 2018). Hlm. 57 [11] Meadows, “Digital Signage.” Hlm. 112 [12] Schaeffler, Digital Signage: Software, Networks, Advertising, and Displays: A Primer for Understanding the Business. Hlm. 33-37 [13] “Digital Signage Market Size, Share, & Trend Analysis Report By Type, By Component, By Technology, By Application, By Location, By Content Category, By Size, By Region, And Segment Forecasts, 2023 - 2030,” 2023, https://www.grandviewresearch.com/industry-analysis/digital-signage-market. [14] “10 Industries Making the Most of Digital Signage,” 2019, https://www.stewartsigns.com/blog/10-industries-making-the-most-of-digital-signage. [15] “Benefits of Digital Signage By Market,” 2022, https://www.digitalsignagetoday.com/blogs/benefits-of-digital-signage-by-market/. [16] Meadows, “Digital Signage.” Hlm. 108 [17] S. A. Khan, M. S. A. Khan, and M. I. Khan, “The Use of Digital Signage in Social and Educational Institutions,” International Journal of Business Information Systems 22, no. 3 (2017): 320–35. [18] J. C. Schmidt, “Digital Signage in the Nonprofit Sector: A Case Study of the American Red Cross,” Journal of Nonprofit & Public Sector Marketing 23, no. 3 (2015): 225–41. [19] M. M. El-Masry, “The Use of Digital Signage in Educational Institutions: A Literature Review,” International Journal of Educational Technology 15, no. 1 (2018): 1–12. [20] Meadows, “Digital Signage.” Hlm. 107 [21] Meadows. Hlm. 110 [22] Meadows. Hlm. 111 [23] Meadows. Hlm.112 [24] Meadows. Hlm.114 [25] Meadows. Hlm. 117 [26] Meadows. Hlm. 118 [27] Lihat Schaeffler, Digital Signage: Software, Networks, Advertising, and Displays: A Primer for Understanding the Business. Hlm. 62. Dan Matthew S. Eastin, Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption (1 Volume), Handbook of Research on Digital Media and Advertising: User Generated Content Consumption (Information Science Reference, 2010), https://doi.org/10.4018/978-1-60566-792-8.ch022. Hlm. 305 [28] Brian Tracy, The AIDA Model: A Proven Framework for Converting Strangers Into Customers (New York: AMACOM, 2007). Hlm. 13 [29] Jr. E.K. Strong, The Psychology of Selling (New York: McGraw-Hill, 1925). Hlm. 75 [30] Thomas E. Barry, The Hierarchy of Effects (Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1987). Hlm. 11 [31] John Caples, Principles of Advertising (New York: Harper & Brothers, 1932). Hlm. 22 [32] R. E. Petty and J. T. Cacioppo, “Effects of Involvement on Responses to Unfavorable Arguments: Assimilation and Contrast Effects.,” Journal of Personality and Social Psychology 46, no. 6 (1981): 695–713. [33] Albert Bandura, Self-Efficacy: The Exercise of Control (New York: W. H. Freeman, 1997). [34] K. Hung and Y.-C. Chen, “The Impact of Social Media User-Generated Content on Purchase Intention: A Social Learning Perspective,” Journal of Retailing 95, no. 1 (2019): 102–18. [35] N Arora, V. Kumar, and R. Venkatesan, “The Impact of Social Media on Customer Purchase Intention: A Social Learning Perspective,” Science, Journal of the Academy of Marketing 42, no. 5 (2014): 578–95. [36] Deborah J. MacInnis and Bernard J. Jaworski, Advertising and Consumer Psychology: An Information Processing Approach (Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1989). Hlm. 8 [37] Michael Solomon and Elnora W. Stuart, Advertising Theory and Practice (Boston: Pearson Education, 2012). Hlm. 150 [38] Robert Heath, The Psychology of Advertising: How to Create Ads That Work (Oxford: Capstone Publishing, 2001). Hlm. 17 [39] Peter J. Kitchen and Karen B. Bernthal, Advertising Theory: A Multidisciplinary Approach (Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, 2000). Hlm. 28 [40] Michael L. Rothschild, Advertising: The Social Response (New York: Routledge, n.d.). Hlm. 109

Postingan Terkait

Lihat Semua

*SAFWAN, kau bahagia, aku bahagia*

Pernikahan, kawin, adalah tema yang hampir selalu aku sukai dalam setiap  percakapan. Bukan apa2 . karena pernikahan terlalu indah. Nikah adalah hal paling ditunggu siapa saja. Manusia mungkin bersedi

bottom of page