top of page
line.png

PENJAJAHANLAH YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN BANGSA-BANGSA MUSLIM

(Respon terhadap buku Mustafa Akyol, Reopening Muslim Minds: A Return to Reason, Freedom and Tolerance)

Mengapa masyarakat kita, sebagai bangsa dan sebagai negara yang beragama Islam justru banyak tertinggal oleh bangsa lain? Ini adalah pertanyaan menggelitik yang kita sering pertanyakan di dalam lubuk hati kita yang paling dalam. Padahal bukankah ajaran Islamlah yang paling benar, paling ilmiah dengan cahaya alQur’an? Pertanyaan tersebut dijawab oleh seorang jurnalis Turki, Mustafa Akyol lewat bukunya yang ingin mengajak kita untuk MENEGUHKAN LAGI PERAN AKAL, KEBEBASAN DAN TOLERANSI. Benarkah kita telah mengabaikan alquran yang sejatinya mengajak kita untuk selalu menggunakan akal? Benarkah kemunduran akal kita tersebut telah membuat kita mengabaikan kebebasan dan toleransi? Benarkah kemunduran cara berfikir itulah yang sebenarnya membuat bangsa kita tertinggal?

Dalam bukunya tersebut akyol menawarkan agar kita sebagai muslim untuk Kembali memperbaiki cara berfikir kita sebagai muslim. Karena cara berfikir yang kita pakai itulah yang menjadi sebab utama kemunduran negeri muslim. Cara berfikir seperti apa yang membuat kita tertinggal? Jawaban-jawaban beliau tentunya bagi saya adalah jawaban yang sangat memprovokasi kita. Dengan argument yang sangat menohok lewat pembahasan sejarah peradaban dan keilmuan Islam yang telah kita lalui, mungkin semua ada benarnya, tapi benarkah kemunduran peradaban Islam kini semua diakibatkan oleh kurangnya kita memanfaatkan potensi akal yang Allah berikan? Setujukah kalian dengan pendapat Akyol? Tentu bagi saya, aspek tersebut bisa diterima namun tentu harus dibahas ulang.

Di sini saya ingin merespon semua pendapat Akyol tentang kemunduran bangsa muslim itu dengan salah satu aspek penyebab kemunduran yang telah beliau abaikan dalam bukunya tersebut. Dimana Mungkin Beliau lupa bahwa sejarah juga telah menceritakan bahwa kemunduran negeri-negeri muslim di seluruh dunia ditandai dengan penjajahan di seluruh belahan bagian bumi yang digerakkan oleh negeri Barat itu pasca runtuhnya kesultanan ottoman. Tapi sebelum saya merespon anggapan Akyol tersebut, mari kita mengulas sedikit tentang kemunduran akal yang dimaksudkan Akyol dan apa yang beliau tawarkan untuk mengejar ketertinggalan bangsa muslim dalam pentas global.

Secara historis, buku ini mulai menyatakan bahwa kemuduran umat Islam modern saat ini disebabkan bahwa fikiran kita masih terpengaruh oleh pemikiran yang mendominasi sejarah Islam masa lalu. Pikiran dominan ini beliau sebut sebagai “teori perintah ilahi”. Sebuah aliran yang berkembang dalam bentuk Aliran Asy’ariyah, suatu aliran teologi Sunni yang menekankan kewenangan mutlak kitab suci dan ulama. Aliran inilah yang mempengaruhi umat muslim hingga kini sehingga kita terjebak dalam kemunduran. Aliran Asy’ariyah bisa tumbuh menjadi aliran teologi mayoritas di masyarakat islam karena dimanfaatkan oleh kesultanan dimasa lalu untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada kesamaan kepentingan di antara elite politik dan kaum agamawan untuk memperoleh kepatuhan rakyatnya. Kekuatan Kekuasaan otoriter di masa jaya itu bisa langgeng bukan karena kekuatan argumentasinya. Namun lebih karena memanfaatkan kewenangan mutlak kitab suci dan ulama di masanya. Dimana para penguasa memaksakan kehendak dan justifikasi menggunakan interpretasi teks keagamaan yang menguntungkan kepentingan elit tertentu. Menurut Akyol, aliansi antara penguasa otoriter dengan ulama konservatif inilah yang membungkam kebebesan berfikir.

Disisi lain, ada pemikiran yang paling sering terkungkung oleh kekuasaan dimasa lalu. Yaitu pemikiran yang beliau sebut sebagai objektivisme etis yang diusung oleh Mu’tazilah. Dimana, Aliran ini menekankan pentingnya rasionalitas berpikir dalam menginterpretasi teks ilahi. Alih-alih terjebak pada pemahaman teks ilahi secara literal, aliran ini menekankan pentingnya melihat konteks dalam menterjemahkan teks sacral tersebut. Prinsip Keterbukaan pemikiran seperti inilah yang menurut Akyol patut dirayakan dalam upaya untuk mencari ilmu pengetahuan baru yang pada gilirannya melahirkan banyak ilmuwan maupun filsuf Muslim yang buah pikirannya berkontribusi pada kemajuan peradaban manusia hingga sekarang. Baik antara asyariah dan muktazilah, para pemikir dari kedua aliran ini sering mengalami persekusi pada periodisasi sejarah tertentu tergantung dari siapa yang berkuasa.

Lewat pemaparan sejarah itulah Akyol menyayangkan tentang kekuasaan yang dibangun atas dasar pemaksaan pemikiran sendiri dan memberangus pemikiran yang berpotensi melawan kekuasaannya. Berkaca pada pemaparan sejarah tersebut, akhirnya buku ini juga menunjukkan bagaimana warisan pemikiran Asy’ariyah saat ini lebih mendominasi banyak institusi keagamaan di negara-negara Muslim di dunia. Akyol mengatakan bahwa banyak sekali aturan suatu negara yang berdampak pada pembungkaman ulama yang tidak sependapat dengannya dengan tuduhan “kesesatan” atau pun ekstremisme. kecenderungan untuk menyebut pemikiran yang berbeda sebagai “sesat” atau pun ekstrim ini nyatanya telah membunuh budaya intelektualisme dan prinsip keterbukaan menerima kebenaran dari peradaban lain dan kebebasan berpendapat. Rakyat akhirnya terjebak dalam kebodohan, semua menjadi pragmatis demi memenangkan perut sendiri. Tradisi pembuktian kebenaran melalui cara-cara yang etis, rasional dan saintifik lama-kelamaan menjadi dianggap tidak penting oleh rakyat. Lebih berbahayanya, keimanan seorang muslim lah yang menjadi taruhannya.

Dengan memasukkan pendapat ibnu Khaldun dan Ibnu Rusyd dalam bukunya, Akyol memuji peradaban barat yang cenderung curiga pada kekuasaan. Sehingga tradisi demokrasi ala barat itu membatasi kekuasaan hanya kurun waktu beberapa tahun saja. Berkaca dari kemajuan bangsa Barat, Akyol mengkritisi kemunduran negeri muslim yang lebih mentoleransi despotisme dan autoritarianisme secara berkepanjangan. Dengan sendirinya rakyatnya pun terkontaminasi oleh self-sabotage dan intellectual suicide. Dimana dampak dari Despotisme dan autoritarianisme inilah yang membawa serta konsekuensi sosial politik yang berlarut yaitu hilangnya akal, munculnya diskriminasi, marjinalisasi dan intoleransi, termasuk kepada perempuan dan juga kelompok-kelompok yang berbeda pandangan. Benarkah kemunduran Islam masa kini itu diakibatkan oleh penguasa muslim itu sendiri? Atau adakah factor lain yang menyebabkannya? Factor inilah yang akan jadi inti pembahasan saya.

Jika kebebasan berfikir liberal ala barat itu yang ingin kita terapkan, maka justru itulah sebanarnya misi barat. Mereka telah berhasil menggiring pemikiran barat itu ke dalam negeri muslim.

Postingan Terkait

Lihat Semua

*SAFWAN, kau bahagia, aku bahagia*

Pernikahan, kawin, adalah tema yang hampir selalu aku sukai dalam setiap  percakapan. Bukan apa2 . karena pernikahan terlalu indah. Nikah adalah hal paling ditunggu siapa saja. Manusia mungkin bersedi

bottom of page