Siaga Perang Nuklir
MADRASAH NIZHAMIYAH
A. Nizam al-Mulk dan Madrasah Nizhamiyah
​
Nizam al-Mulk adalah seorang Persia yang berasal dari Thus. Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan Ibn Ali Ibn Ishaq al-Tusi. Ia adalah seorang yang sangat cinta ilmu pengetahuan terutama hadist. Diberitakan bahwa ia pernah memimpin halaqah hadist di Bagdad dan diberbagai kota Khurasan yang dihadiri oleh sejumlah besar orang. Ia juga seorang politisi yang berbakat. Pada masa pemerintahan Bani Saljuk, Nizam al-Mulk diangkat sebagai perdana menteri oleh Alp Arslan selama lebih kurang 9 tahun (1063-1072
M) dan masa pemerintahan anaknya Maliksyah selama 20 tahun (1072-1092 M).94 Di bawah kekuasaan Nizam al-Mulk pemerintahan Saljuk berdiri dengan kokoh.
Kepribadiannya terpuji dan pengalaman agamanya pun baik. Sejarah mencatat bahwa stiap kali mendengarkan azan, ia segera menghentikan semua kegiatannya untuk mendirikan sholat. Ia akrab dengan para sufi dan sangat hormat kepada para ulama. Apabila tokoh ulama seperti Imam al-Haramayn dan Abu al-Qasim al-Qusyairy berkunjung kepadanya, mereka ditempatkan pada tempat duduknya sendiri.
Para sejarawan Islam tidak meragukan lagi kiprah dan keberhasilannya ketika ia menjadi wazir. Nizam al-Mulk dalam sejarah Islam terkenal sebagai seorang negarawan Islam yang sangat berjasa dalam memajukan perkembangan pendidikan Islam. Barangkali faktor kecintaannya kepada ilmu pengetahuan dan karirnya di bidang politik inilah yang sangat berperan terhadap kemajuan pendidikan Islam. Pada tahun 1067 M., Nizam al- Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salafi) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya.
Nizam al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasaan Saljuk yaitu di Balk, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Amul dan Mosul . Tetapi memang diantara madrasah yang didirikan Nizam al-Mulk yang paling terkenal adalah Madrasah Nizhamiyah di Bagdad. Nizam al-Mulk menyediakan dana yang sangat besar untuk menggaji para pengajar, dan untuk menyediakan makanan, pakaian dan tempat tinggal mahasiswanya.Madrasah Nizamiyah memiliki sebuah perpustakaan yang bagus, mesjid yang besar, pegawai yang banyak, pustakawan, imam sholat dan petugas pendaftaran.
Dalam pembangunan madrasah Nizam al-Mulk, menyediakan wakaf untuk membiayai mudarris, seorang imam dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama. Dengan adanya beasiswa, menjadi daya tarik bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Penggunaan wakaf inilah yang membedakan mesjid dan madrasah. Menurut hukum wakaf seseorang dapat membentuk satu wakaf yang asetnya mendukung satu lembaga yang ia pilih. Seseorang yang ingin mewakafkan satu lembaga menyusun satu dokumen hukum yang secara formal yang dicatat oleh seorang notaris. Pemberi wakaf akan menentukan satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengelola wakaf tersebut yang sering sekali ia sendiri atau ahli warisnya. Jika lembaga yang didukung yang adalah lembaga pendidikan, maka pemberi wakaf dapat menentukan kriteria tenaga pengajar dan pendekatan terhadap kurikulum yang harus diikuti.
Seperti itupun Nizam al-Mulk, dengan membantu lembaga-lembaga pendidikan melalui hukum wakaf, maka ia dapat memperkenalkan pandangan-pandangan Asy’ariah dan mempelopori berdirinya madrasah-madrasah Syafi’iyyah di seluruh penjuru kekuasaan Saljuk. Nizam al-Mulk mempunyai wewenang untuk menentukan kurikulum suatu madarasah dan mengangkat tenaga pengejarnya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa Madarasah Nizhamiyah merupakan wakaf yang disediakan untuk kepentingan mazhab Syafi’i. Dengan demikian berarti harta benda yang diwakafkan oleh Nizam al-Mulk adalah untuk kepentingan penganut Mazhab Syafi’i, dan pejabat-pejabat madarasah Nizhamiyah harus bermazhab Syafi’i. Madrasah Nizamiyah dianggap sebagai madrasah tertua di dunia, bahkan ada yang mengatakan madrasah Nizamiyah inilah yang pertama didirikan. Dalam hal madrasah pertama yang didirikan di dunia Islam terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah Islam. Abdul al-Ghani Abud menjelaskan bahwa munculnya madarasah Nizhamiyah menandai telah lahirnya babak baru dari perkembangan lembaga- lembaga pendidikan Islam, karena sebelumnya pendidikan Islam berlangsung di mesjid,atau dapat dikatakan mesjid berfungsi sebagai lembaga pendidikan pada waktu itu. Kehadiran Madrasah Nizhamiyah dengan sarana prasarananya berdiri sendiri terpisah dari mesjid.
Bahkan pada setiap madrasah di bawah kekuasaan Nizam al-Mulk didirikan mesjid untuk mahasiswanya. Dengan demikian menurutnya madarasah Nizamiyah adalah madarasah yang pertama didirikan dalam dunia Islam. Senada dengan pendapat di atas menurut Ahmad Syalaby madrasah Nizamiyah adalah madarasah yang pertama didirikan di dunia Islam. Demikian pula pendapat Charles Michel Stanton,100 juga berdapat bahwa madrasah pertama yang didirikan adalah madrasah Nizam al-Mulk sekitar tahun 1064 M.
Sedangkat menurut Athiyah al-Abrasyi yang mengutip pendapat al-Magrizi, bahwa madrasah belum dikenal pada masa sahabat dan tabi’in, madrasah baru dikenal pada akhir abad 4 H yang dipopulerkan oleh penduduk Naisabur dan mereka namakan dengan madrasah Baihaqiyah. Sejalan dengan pendapat Athiyah, Richard Bulliet sebagaimana yang dikutip oleh Azyumardy Azra, mengungkapkan eksistensi madrasah-madrasah lebih tua di kawasan Naisapur, Iran. Sekitar tahun 400 H/1009 Mmadrasah-madrasah al- Bayhaqiyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ali al Bayhaqy. Bahkan Bulliet lebih jauh menjelaskan ada 39 madrasah di wilayah Persia yang berkembang dua abad sebelum Madrasah Nizhamiyah. Yang tertua adalah madrasah Miyan Dahiya yang didirikan oleh Abu Ishaq Ibrohim Ibn Mahmud di Nishapur.
Namun demikian, madrasah di daerah ini kurang dikenal mengingat motivasi pendirian madrasah itu sendiri pada saat itu bersifat ahliyyah (keluarga), berdasarkan wakaf keluarga. Di samping itu, tidak ada campur tangan penguasa sebagaimana halnya Madrasah Nizhamiyah, sehingga tidak disangkal bahwa pengaruh Nizhamiyah melampauipengaruh madrasah yang didirikan sebelumnya. Oleh karena itu lembaga madrasah ini dianggap sebagai prototypeawal pembangunan lembaga pendidikan tinggi setelahnya.
Dalam kajiannya yang lebih terfokus pada Madrasah Nizhamiyah, Makdisi mengajukan teori bahwa asal muasal pertumbuhan madrasah merupakan hasil tiga tahap, tahap masjid khan dan madrasah. Tahap masjid berlangsung pada abad ke-8 dan ke-9.Masjid yang dimaksud sebagai tempat pendidikan adalah masjid biasa, yang disamping untuk tempat jemaah shalat juga untuk majelis taklim (pendidikan).Tahap kedua adalah masjid khan, yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan khan (asrama, pemodokan) yang masih bergandengan dengan masjid.Tahap ini mencapai perkembangan sangat pesat pada abad ke-10.Seletelah dua tahap perkembangan di atas barulah muncul madrasah yang khusus diperuntukkan sebagai lembaga pendidikan.
Namun menurut Syalabi, perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara langsung dengan tidak memakai lembaga perantara.Perkembangan madrasah dapat dikatakan sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan pengajian di masjid yang fungsi utamanya sebagai tempat ibadah.
B. Tendensi Kemunculan Madrasah Nizhamiyah
Pada umumnya, pendirian sebuah madrasah oleh seseorang atau kelompok akan mengandung konsekuensi independensi, sehingga pendiri madrasah dapat mengontrol aktivitas institusi yang dibangunnya secara leluasa. Motivasi ini berlaku juga bagi madrasah Nizhamiyah yang didirikan di Baghdad pada tahun 459 H/ 1067 M, di mana Nizam al- Muluk sebagai pendirinya bisa secara penuhmengontrol aktivitas belajar sesuai dengan kemauan dan tujuan politis yang dikehendaki. Ada beberapa motif didirikannya Madrasah Nizhamiyah oleh Nizam al-Mulk, antara lain:
​
1. Pendidikan
Nizam al-Mulk adalah seorang yang mencintai ilmu pengetahuan, sehingga ia memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizam al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah, dalam menyingkapi keterbatasan sistem pendidikan di mesjid. Pada masa awal mesjid dijadikan tempat serba guna, di mana dilaksanakan seluruh kegiatan Islam. Mesjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat lembaga pendidikan, rumah pengadilan, aula, pertemuan bagi tentara, dan rumah penyambutan para duta. Kekurangefektifan mesjid sebagai tempat pendidikan dipandang dari beberapa sisi: Pertama, Kegiatan pendidikan di mesjid telah mengganggu fungsi utama mesjid sebagai tempat ibadah. Ahmad Syalaby mengatakan, bahwa sejak awal Islam, banyak orang berminat untuk mempelajari Islam. Bertambah tahun semakin banyak orang menghadiri majlis ilmu. Setiap kelompok terdengar suara guru, dan murid yang betanya dan saling berdebat. Maka timbullah suara keras dari beberapa kelompok. Sedikit banyaknya hal ini mengganggu fungsi mesjid sebagai tempat ibadah.108 Kedua, berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan.Ketiga, timbulnya orientasi baru dalam melaksanakan pendidikan. Sebagian guru mulai berfikir untuk mmendapatkan rizki melalui kegiatan pendidikan.
2. Komplik Antar Kelompok Keagamaan
Karir politik Nizam al-Mulk secara langsung berkaitan dengan kondisi politik pada masa itu. Pada abad ke-5 terjadi konflik antara kelompok kelompok keagamaan dalam Islam. Misalnya kelompok Syi’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Hanafiah, Hanbaliah dan Syafi’iyah. Ketika Khalifah Abbasyiah lemah, berdiri dinasti baru yaitu, dinasti Buwaih yang beraliran Syi’ah Ismai’liyah yang mendukung pemikiran rasional dan menganut paham teologi yang sama dengan Mu’tazilah. Pada masa itu, pengajaran ilmu-ilmu filosofis dan ilmu pengetahuan yang dulu dijauhi oleh masyarakat Sunni dihadapkan kembali. Banyak tokoh Mu’tazilah yang diberi posisi penting dalam pemerintahan. Merespon hal ini dinasti Saljuk merasa bertanggung jawab untuk melancarkan propaganda melawan paham Syi’ah yang telah ditanamkan bani Buwaihi. Sebelum dinasti Saljuk berkuasa, kekuasaan atas sebagian besar wilayah Islam dipegang oleh dinasti Buwaihi (945-1055) dan dinasti Fatimiyah yang beraliran Syi’ah. Irak, Iran dan belahan Timur lainnya dikuasai di kuasai oleh Bani Buwaihi, sedangkan Mesir, Afrika Utara dan Syria berada di bawah kekuasaan Fatimiyyah. Selama itu, faham Syi’ah yang dianut oleh kedua dinasti tersebut berkembang luas di tengah-tengah masyarakat. Pada masa kekuasaan Tugrul Bek, dengan Kunduri sebagai wazirnya, di Nisabur, masih sempat terjadi pertumpahan darah dalam suatu kekacauan yang timbul akibat pertentangan kelompok Syi’ah yang fanatik dengan kaum Sunni.Keadaan menjadi tidak aman sehingga beberapa tokoh ulama Sunni, seperti al- Qusyairy dan Juwaini terpaksa meninggalkan Nisabur, mengungsi beberapa tahun ke daerah lain.
Pada masa dinasti Buwaihi, para khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal namanya saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada dibawah amir-amir bani Buwaihi. Kekuasaan kalifah bani Abbasiyah laksana boneka. Khalifah Bani Abbasiyah hanya memegang kekuasaan de jure sedangkan Buwaihi memegang kekuasaan de facto. Jadi keadaan khalifah pada masa ini lebih buruk dari pada keadaan sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan karena bani Buwaihi adalah penganut mazhab Syi’ah sedangkan bani Abbas menganut paham Sunni. Namun kekuatan politik bani Buwaihi tidak bertahan lama. Perebutan kekuasaan dikalangan keturunan bani Buwaih merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahannya sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah semakin gencarnya serangan Byzantium kedunia Islam dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan pusat Baghdad. Dinasti itu antara lain dinasti Fatimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di Mesir, Ikhsidiyah di syiria, Hamdan di Aleppo, Ghaznawi di Ghazna, dan dinasti Saljuk yang berhasil merebut kekuasaan dari bani Buwaih.
Kemenangan bani Saljuk atas dinasti Buwaihi di Irak dan berhasil memasuki kota Baghdad merupakan titik awal kemenangan golongan ahl al-sunnah terhadap syiah. Sehingga terjadi peralihan dari aliran syiah kealiran sunni. Keinginan untuk menghidupkan kembali ajaran ahli al-sunnah mendorong bani Saljuk untuk menyiarkan ilmu agama yang sebenarnya menurut faham Sunni.
Agaknya keinginan Saljuk tersebut dapat dipahami, karena sejak penaklukkan mereka ke Khurasan, Saljuk terlibat kontroversi keagamaan. Saljuk melancarkan sebuah kebijakan anti Syi’ah secara tidak kompromi. Permusuhan yang dilancarkan mereka ini sebagian dimotivasi oleh persaingan dengan dinasti Fatimiyah dan sebagian oleh berbagai subversi yang bersumber dari gerakan Syi’ah. Dengan demikian perlawanan Saljuk terhadap solidaritas Sunni dan untuk mempromosikan legitimilasi negara Saljuk berdasarkan islam yang sebenarnya.
Kekuatan politik dan militer Syiah telah dapat dipatahkan oleh pasukan Taghrul bek. Di bawah kepemimpinan Tughrul bek, dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan posisi bani Buwaihi. Bani Saljuk memasuki Bagdad pada masa Tagrul bek yang menggantikan Bani Buwaihi. Targul Bek digantikan oleh Alp Arselan dengan perdana menterinya yang terkenal, yaitu Nizam al-Mulk. Pada masa inilah Saljuk berjaya hingga berlanjut pada masa khalifah Malik Syah (Putra Arselan).
Salah satu kebijakan besar yang dilakukan Nizam al-Mulk pada masa itu adalah mendirikan madrasah Nizamiyah. Ia membangun madrasah pertama di Nisyapur untuk al- Juwaini dan di Baghdad ia mendirikan madrasah Nizamiyah. Pembangunan dimulai pada tahun 459H. Disinilah syaikh Abu Ishaq al-Syirazi memberi kuliah. Ia adalah pengarang kitab al-tanbih yaitu kitab fikih sejalan dengan mazhab Syafi’i selain madrasah Nizamiyah di Bahdad, Nizam al-Mulk juga mendirikan madrasah besar lainnya di Balakh, Nisyabur, Herat, Asfahan, Basrah, Merw, Amul dan Mosul. Dan menurut Ahmad Amin, di setiap kota-kota besar yang berada sekitar Iraq dan Khurasan didirikan madrasah.
Nizam al-Mulk berusaha meredam pemusuhan di antara kalangan kegamaan kelompok Sunni dan menciptakan rasa kesatuan di antara kelompok-kelompok Sunni dengan melindungi pengikut mazhab Syafi’iyah dan Hanafiyah. Diantara kebijakannya adalah pembangunan dan penghibahan sejumlah madrasah didalam setiap kota-kota besar di wilayah kekuasaan Saljuk. Dukungan Saljuk kepada madrasah merupakan landasan yang kokoh bagi pengajaran guru-guru agama Sunni dan bagi dakwah Sunni kepada masyarkat umum. Selanjutnya dibawah dukungan negara terbentuklah sebuah front Sunni untuk menandingi Fatimiyah dan klaim Ismailiyah. Agaknya Nizam al-Mulk bertujuan untuk mengendalikan negara terhadap dengan sunni dan sebagai alat untuk menggunakan mazhab-mazhab hukum dan teologi yang besar sebagai sebuah sarana untuk menciptakan pengaruh politik terhadap masyarakat umum.
Setelah berdirinya madrasah Nizamiyah di Baghdad, yang mempunyai komitmen berpegang teguh pada doktrin Asy’ariyah dalam kalam (teologi), dan berpegang pada ajaran Syafi’i dalam fiqh. Pemerintah bani Saljuk turut serta dalam masalah pendidikan. Sejak saat itu pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini terbukti karena banyak penguasa Islam yang mengikuti jejak Nizam Al-Mulk dengan mendirikan madrasah-madrasah di daerah kekuasaannya, sehingga madrasah terkenal dan terbesar di berbagai belahan dunia Islam.
Mengikuti jejak Nizam al-Mulk, Nuruddin al-Zanki penguasa di Damaskus telah mendirikan madrasah-madrasah. Ia adalah orang yang pertama kali mendirikan madrasah Damaskus. Madrasah terbesar yang dibangunnya adalah madrasah al-Nuriyah al-Kubra.
Pendirian madrasah juga muncul di kota Syam yang ditandai dengan berdirinya madrasah di Damsyik tahun 491H/1097M. Kemudian usaha-usaha inipun beralih ke Mesir atas prakasa Salahuddin al-Ayyubi yang dimulai sejak tahun 567H/1171M. Pada periode berikutnya, fenomena ini juga muncul di Afrika Utara. Selanjutnya madrasah juga didirikan di Hijaz, di Tunis dan di beberapa kota lainnya.
Pendirian madrasah tersebut tidak lepas dari campur tangan pemerintah Nizam al- Mulk semenjak paruh kedua abad ke-15 H. Oleh karenanya keberadaan madrasah ketika itu merupakan satu yang tak terpisahkan dari struktur pemerintahan, sehingga para pegawai yang mengelola madrasah juga adalah pegawai pemerintahan. Disamping itupun kerajaan juga menyuplai dana untuk kelangsungan madrasah itu, dalam bentuk wakaf dan lain-lain.
Disamping itu, masyarakat juga berpartisipasi dalam membantu mendirikan madrasah, bahkan mereka berlomba-lomba untuk menyediakan tanah dan memberikan infak serta membagikan rezki untuk kepentingan siswa dan guru.
3. Pendidikan Pegawai Pemerintahan
Sebagai seorang wazir, Nizam al-Mulk harus memperhatikan satu sistem administrasi negara yang sangat besar yang melibatkan teritor yang sangat luas, berisi penduduk dengan berbagai latar kebangsaan, budaya dan afisiasi keagamaan. Salah satu prioritasnya adalah membangun satu administrasi sentral yang kokoh dengan sistem kendali yang kuat dan berpengaruh.
​
D. Kurikulum Madrasah Nizamiyah
Dalam kaitan dengan kurikulum pengajaran, bisa dipastikan kalau disiplin fiqh dan ushul al-fiqh, menjadi salah satu mata kajian yang harus ditempuh: dengan mengambil corak pemahaman Asy'ariyyah dan Syafi’yah sebagai label atau trade mark dari pengajaran yang terdapat pada madrasah ini.122 Bagaimanapun harus diakui bahwa pengajar pada madrasah ini merupakan penganut Asy'arisme, umpamanya Imam al-Haramain Abu al-Ma'ali Yusuf al-Juwaini (w.478/108M) dan Abd al-Hamid al-Ghazali (w.505 H7 1111 M).
Tesis bahwa pengajaran di Nizhamiyah sangat bercorak fiqh oriented perkuat oleh Hasah Asari sebagai kecenderungan kurikulum madrasah yang ada pada abad ke-5 H. Tetapi selain tawaran kurikulum fiqh, Nizhamiyah juga menawarkan mata kajian seperti yang dicatat Makdisi, seperti membaca al-Qur'an. Dalam kaitan ini secara eksplisit. Makdisi mengatakan: "like all other madrasas and mesjids, was atraditional institution wherein the teaching of traditionalist, institutionally accepted religius sciences took place". Suatu hal yang pasti menurut Abdurrahman Mas'ud untuk kasus Nizhamiyah, ilmu- ilmu pengetahuan umum (secular sciences) tidak pernah diintroduksi dalam kurikulumnya. Namun-dengan mengutip Makdisi-ia mengatakan bahwa islamic jurisprudence hanya satu- satunya subject matter yang ditawarkan di madrasah Nizhamiyah dan penekanannya pada penegakan supremasi fiqh.lmuan Islam (branches of Islamic Sciences) diintroduksi untuk mem- back up superioritas hukum Islam (islamic yurisprudence)40Oleh Karena itu akan sangat mudah memahami bagaimana besamya peran Nizhamiyah dalam menegakkan ortodoksi
Sunni. Subjek kajian lain seperti adab (literature), masih bersifat komplementer. Semua cabang keilmuan Islam (branches of Islamic Sciences) diintroduksi untuk mem-back up superioritas hukum Islam (islamic yurisprudence) Oleh Karena itu akan sangat mudah memahami bagaimana besamya peran Nizhamiyah dalam menegakkan ortodoksi Sunni.
Sementara itu, Mahmud Yunus mengatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizhamiyah tidak diketahui dengan jelas. Namun dapat disimpulkan bahwa materi-materi ilmu syari'ah diajarkan di sini sedangkan ilmu hikmal (filsafat) tidak diajarkan. Fakta-fakta yang mendukung pernyataan ini adalah; pertama, tidak ada seorangpun di antara ahli sejarah yang mengatakan bahwa di antara materi pelajaran terdapat ilmu-ilmu umum. Kedua, guru- guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah merupakan ulama-ulama' syari'ah. Ketiga, pendiri madrasah ini bukanlah pembela ilmu filsafat.Keempat, zaman berdirinya madrasah ini merupakan zaman penindasan ilmu filsafat dan para filosof.
Dalam pada itu, kita tampaknya tidak akan menemukan semacam evidensi bahwa Nizhamiyah dalam batasan tertentu telah memberikan kontribusi positif dalam menegakkan wacana integralisme pendidikan Islam. Sebab bagaimanapun Nizhamiyah sejak awal tidak bergerak dalam tataran yang Iebih komprehensif dalam tawaran materi yangdikaji di madrasah. Namun demikian, terlalu cepat dan gegabah pula rasanya jika dikatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah adalah lembaga pendidikan Islam yang telah melanggengkan dikotomisme dalam pendidikan Islam. Meskipun nampaknya terdapat celah untuk menunjukkan indikasi tidak bersemangatnya civitas akademika Nizhamiyah dalam menegakkan gaya pemikiran rasionalistik-filosofis, mengingat al-Ghazali (pengarang Tahdfut al-Faldsifati) sebagai tokoh berpengaruh di kalangan Islam untuk beberapa waktu pernah menjadi guru besar pada madrasah ini.
Berbagai metode belajar yang dikembangkan di lembaga Nizhamiyah dipandang cukup relevan untuk materi kajian yang diselenggarakan. Metode debat dan hafalan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu petunjuk bahwa keunggulan intelektual kaum terpelajar pada saat itu ditentukan oleh kemampuan mengkombinasikan potensi dasar intuitif dan rasionalftas.dalisme pendidikan yang menindas.Karena dengan pola interaksi yang demikian sebenarnya sistem pendidikan Islam klasik ini telah mencontohkan pola pendidikan demokrasi dengan menempatkan siswa sebagai sosok yang berpotensi untuk menguasai dan memahami realitas secara manusia dan ilmiah.Namun demikian, harus diakui bahwa Nizhamiyah dengan segala keunggulannya dan semua predikat agungnya, tidak terlepas dari kritikan dan kekurangan yang juga terdapat di dalamnya. Sebagaimana Azyumardi Azra dengan terus terang mengatakan bahwa pada dasarnya asas-asas pengembangan ilmu pengetahuan yang untuk masa sekarang sangat dipentingkan ternyata belum diakomodir oleh sistem madrasah pada abad ke-5. Dan kalaupun itu ada, maka kemampuan para ilmuwan muslim ketika itu lebih disebabkan semangat otodidak yang luar biasa dan bukan output dari madrasah. Barangkali hal ini diakibatkan karena sistem madrasah yang cenderung bersifat doktriner dan fiqh oriented. Suasana belajar dan interaksi antara guru dan siswa juga merupakan indikasi bahwa madrasah Nizhamiyah tidak menganut sistem feodalisme pendidikan yang menindas.Karena dengan pola interaksi yang demikian sebenarnya sistem pendidikan Islam klasik ini telah mencontohkan pola pendidikan demokrasi dengan menempatkan siswa sebagai sosok yang berpotensi untuk menguasai dan memahami realitas secara manusia dan ilmiah.
​
C. Pengajar dan staf madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyah, Nizam al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrsah Nizhamiyah. Nizam al-Mulk menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staf pengajar yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaa pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum dimadrasah). Mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-qur’an), dan nahwu(ahli gramatika bahasa arab).
Orang-orang yang dipilih Nizam al-Mulk tersebut adalah orang yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan yang bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah tersebut, bahkan dalam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, bermazhab Syafi’i. Adapun Guru-guru yang menngajar di madrasah Nizhamiyah antara lain yaitu:
1. Abu Ishak al-Syirazi ( w. 476 H/ 1083 M)
2. Abu Nasr al-Shabbag ( w. 477 H/ 1084 M)
3. Abnu Qasim al-A’lawi (w.482 H/ 1089M)
4. Abu Abdullah al-Thabari ( w. 495 H/ 1101 M)
5. Aqbu Hamid al-Ghazali (w. 505 H/ 1111M)
6. Radliyud Din al-Qazwaini (w. 575 H/ 1179 M
7. Al-Firuzabadi (w. 817 H/ 1414 M)
Para pengajar dan staf nizhamiyah itu mendapat gaji dari harta waqaf yang sebagian besar berasal dari Nizam Mulk sendiri dan orang-orang kaya di daerah itu. Disamping guru dan pegawai madrasah, para siswa yang menuntut ilmu di madrasah ini juga memperoleh fasilitas-fasilitas yang memudahkan mereka menempuh pendidikan seperti beasiswa, asrama, pakaian, dan lain-lain. Kondisi ini menarik minat orang banyak terutama mereka yang kurang mampu.
Dari gambaran di atas terlihatlah bagaimana petronase penguasa begitu dominan terhadap perkembangan dan keberlangsungan lembaga madrasah tersbut. Dukungan penuh yang diberikan oleh penguasa Nizam al-Mulk baik moril maupun materil melapangkan jalan dan mempercepat laju perkembangan madrasah ini ke berbagai wilayah, meskipun tidak dapat kita mungkiri bahwa petronase kekuasaan menentukan corak pendidikan madrasah Nizhamiyah yaitu intensitas mereka dalam mengembangkan, mempertahankan dan melestarikan ajaran mazhab Syafi’i dan paham Asy’ariyah. Tapi yang perlu di catat adalah petronase penguasa terhadap lembaga pendidikan islam bukanlah suatu yang baru atau aneh ketika itu, sebab ketika al-makmum berkuasa pada masanya potronase kekuasaannya cukup signifikan pada perkembangan bait al-Hikmah. Maka sesuai dengan keinginan dan kecendrungan al-Makmum sendiri, bait al-Hikmah kemudian menjadi lembaga sebagai sentral pengembangan teologi Mu’tazilah dan filsafat. Begitu pula yang cukup berarti ketika itu yang berawal dari lembaga pendidikan di al-Azhar, barulah kemudian pada masa Ayyubiyah yang beraliran Sunni, al-Azhar pun berubah menjadi pusat pengembangan sunni.
Pada abad keenam madrasah-madrasah Nizhamiyah selain yang ada di Baghdad seperti di Nisapur, Kurasan, Isfahan, Merw dan tempat-tempat lainnya yang termashyur abad kelima telah berangasur-angsur lenyap. Adapun penyebab lenyapnya adalah karena banyaknya terjadi peperangan-peperangan dan kekacauan yang menimpa negeri-negeri tersebut setelah runtuh nya dinastisaljuk. Sedangkan madrsah nizamiyah di baghdad lebih panjang umur nya dari yang lainnya. Madrsah nizamiyah terletak di ibukota, lebih kaya, lebih besar, sehingga berhasil memperoleh kekuatan dan mampu mengahdapi peristiwa- peristiwa tersebut sampai sampai permulan abad kesembilan. Pada masa itu orang-orang Turkman yang masuk ke Baghdad pada tahun 813 H, sibuk oleh peperangan yang dahsyat dengan orang –orang Mesir di Suriah dan dengan orang-orang Persia dan Turki di Anatoli. Peperangan tersebut merupakan pertempuran yang mengahncur leburkan dan melenyapkan banyak peninggalan-peninggalan sejarah dan lembaga-lembaga di kota Baghdad. Mungkin sekali menurut Syalabi bahwa madrsah Nizhamiyah adalah salah satu dari lembaga-lembaga yang telah ditimpa bencana peperangan. Peperangan tersebut menimbulkan krisis keuangan. Akhirnya madrsah itu rubuh dan menjadi puing-puing belaka.
D. Nizhamiyah: Prototype Pembaharuan Institusi Pendidikan Islam
​
Dengan dukungan politik penguasa masa itu, Madrasah Nizhamiyah menandai perubahan sejarah institusi madrasah yang ada menuju status "resmi" sehingga dalam perkembangan selanjutnya, semenjak abad V H./XI M.- VIII H./XIVM., madrasah telah menyebar luas ke wilayah Timur dan Barat dunia Islam. Madrasah Nizhamiyah, dengan dewan gurunya yang bermadzhab Syafi'i dipandang sebagai perwujudan kejayaan gerakan teologis-dogmatik yang bergandengan dengan Madzhab Syafi'i dan menganut teologi Asy'ariyah.
Meskipun demikian, Nizhamiyah ini tetap dipahami sebagai lembaga terpenting dan menjadi model (prototype) dalam sejarah pendidikan Islam, yakni sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama sekali didirikan di dunia Islam Timur di mana bangunan, dan orientasi lembaga pendidikan ini menjadi a function of state dalam skala luas. Lagi
,pula oleh karena tersedianya dokumen-dokumen tentang madrasah ini, para ilmuwan mengetahui Nizhamiyah dan cara kerjanya lebih baik, dari madrasah lain manapun.
Sebagai penunjukan bahwaNizamiyah adalah salah satu madrasah yang,menjadi model bagi madrasah-madrasah lain di seluruh daerah kekuasaan Islam dengan corak Syafi'i dapat dilihat dari dokumen wakaf Nizhamiyah yang masih terpelihara dengan baik, seperti yang dikemukakan Stanton sebagai berikut:
1) Nizhamiyah merupakan wakaf yang disediakan untuk kepentingan penganut madzhab Syafi'i dalam fiqh dan ushul al-fiqh,
2) Harta benda yang diwakafkan kepada Nizhamiyah adalah untuk kepentingan penganut madzhab Syafi'i dalamfiqh dan ushul al-fiqh,
3) Pejabat-pejabat utama Nizhamiyah harus bermadzhab Syafi'i dan fiqh dan ushul al-ftqh; ini mencakup mudarris, wa'izh danpustakawan,
4) Nizhamiyah; harus mempunyai seorang tenaga pengajar bidang kajian al-Qur'an,
5) Nizhamiyah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bidang bahasa Arab,
6) Setiap staf menerima bagian tertentu dari penghasilan yang diperoleh dari harta wakaf Nizhamiyah.
Guna terlaksananya pendidikan dan pengajaran di di madarasah Nizamiyah, madrasah ditunjang dengan sarana dan prasarana yang lengkap, gedung-gedung yang megah, perpustakaan dan jumlah buku lebih kurang 6000 jilid yang merupakan buku-buku wakaf untuk sekolah itu. Pendanaan dibantu sepenuhnya baik bagi guru maupun bagi mahasiswa, mereka bebas dari biaya pendidikan dan bebas biaya asrama dan kebutuhan sehari-hari.
Pembiayaan madarasah Nizamiyah terkait dengan pengelolaan harta wakaf dan penghasilannya yang diperoleh dari harta wakaf itu. Nizam al-Mulk menetapkan anggaran untuk madarasan Nizamiyah sebesar 600 ribu dinar setiap tahunnya. Madrasah ini diatur dengan sistem manajemen yang bagus sehingga menjadi madrasah yang termasyhur pada masa itu. Madrasah Nizamiyah telah diorganisir oleh pemerintah, terlihat dari kurikulum, guru-guru, struktur organisasinya, sarana dan prasarana dan pembiayaan. Hal ini menjadi keunggulan Madrasah Nizamiyah dibandingkan dengan lembaga pendidikan sebelumnya. Masyhurnya madrasah Nizamiyah tidak terlepas dari peran guru yang mengajar, mendidik dan membimbing para mahasiswa, yang menghasilkan sarjana-sarjana yang berkedudukan dipemerintahan sebagai karyawan dan pegawai negara.
​
Referensi:
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, h. 49
Mircea Eliede, The Encylopedia of Religion, Vol. 9, (New York: MacMillan Library Reference USA,1995), h.458
Ibnu Khalikan, Wahyat al-A’yan, Jilid II, (Beirut: Dar al-Saqofah, tt.), h. 129
Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf, Konsep Universitas Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana), h.45
Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: The Clasiccal Period, (Maryland: Rowman 7 & Littlefield, Inc., 1990), h. 47.
Abdul al-Ghani Abud,Dirosat Muqaronat Tarikh al-Tarbiyah, (Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, 1978), h.235
Geoge Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), h. 27
Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, Khazanah Filosqfis danImplementasi, Kurikulum Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2005), h. 5-6.
Shaban, Islamic History, A New Interpretation, Jilid II, (Cambridge: Cambridge University Press, 1981), h. 56
Dinasty Bani Saljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghus di wilayah Turkistan. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet ke-7 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 74
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, terj. Ghufron A Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 264
Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 30
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, cet. ke-I, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misyriyah, t.t,), Jilid II,h. 49
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1994), h. 62
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung: Angkasa,2004), h. 72
George Makdisi, The Sunni Revival, dalam Islamic Civitization 950-1150, ed. D.S.Richard (Pennsylvania: The Near Center University of Pannsylvania,1973), h. 161.
Abdurrahman Mas'ud, Nizhamiyah Madrasah: As a Model of Traditional Educational Institution in the Medieval Period of Islam, dalam Jurnal Media, Edisi 29 tahun VII Agustus (Semarang: Fakultas Tarbiyah LAIN Walisongo,1998), h. 6.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1990), h.75
Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, Khazanah Filosofis dan Implementasi, Kurikulum Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas, h. 13